Rabu, 27 Maret 2013

Memaknai Arti kehilangan



Ijinkan saya bertanya. berapa banyak orang yang paling dekat dalam hidupmu yang telah meninggalkan dunia. saya tanya pada diri sendiri, cukup banyak. menyedihkan dan sulit untuk terlupa. jelas, karena mereka bagian dari pada hidupmu. kematian, sangat akrab ditelinga kita. akrab, namun sangat kita musuhi dan takuti. Segala kesedihan dan tangisan akan tumpah ruah saat itu. beberapa kepergian orang orang yang saya sayangi memiliki banyak makna dalam kehidupan saya.

Tahun 1991, kematian pertama yang saya rasakan. Ibu dari mama, akrab saya panggil oma. saat itu saya masih duduk di bangku seklah dasar. belum paham apa apa. saya hanya melihat mama menangis begitu kencang, beberapa kali menjerit histeris karena mama adalah putri paling kecil. Saat itu saya bahkan tidak merasakan apapun. nenek saya adalah seorang kristen, mama saya seorang mualaf. proses kebaktian oma yang sangat haru, bagi saya terasa menyenangkan karena penuh dengan nyanyian dan kegembiraan. Lagi lagi, saya? belum merasakan kesedihan.

Sekitar Tahun 1998, Ayah dari Papa saya meninggal. pria murah senyum yang selalu saya panggil bapak (bukan kakek atau eyang). saya yang sudah duduk di bangku SMA kelas 1 sudah bisa merasakan sedih. sosok bapak yang sangat menyayangi cucu cucunya, akan sangat saya rindukan. Bapak yang meninggal di daerah Meruyung, berwasiat agar jenazahnya dibawa pulang kerumahnya di Depok, dekat dengan masjid yang pernah dia bangun. dan dimakaman di Depok. pada Hari itu saya menangis melihat prosesi pemakaman bapak. saya mulai takut dengan kematian dan merasa kehilangan.

Tahun 2006, Ibu dari Papa atau nenek saya. Biasa saya panggil Ibu. sosok Perempuan Jawa yang lemah lembut dengan tutur kata dan bahaa yang begitu sopannya. meninggal karena sakit demam berdarah. sebelum jatuh sakit, beliau sempat tinggal dirumah selama 2 tahun. Saat beliau meninggal saya sudah menikah. Rasanya sedih. karena melihat papa yang sangat tegar, saya justru menangis. apa jadinya saya jika seperti papa yang kini yatim piatu.Saya bahkan tidak berani membayangkan.

Masih di tahun 2006, Kakak pertama saya, mas Adhi. Meninggal sekitar 4 bulan setelah kepergian Ibu. kakak laki lakiku ini meninggal di usia 37 tahun. Kakak paling baik dan luar biasa kusayang. Pada saat Mas Adhi meninggal, aku sedang hamil usia kandungan 2 bulan. Menangiskah? Jelas. kepergiannya makin menegaskan bahwa setiap orang pasti akan mati. setiap yang hidup, tidak ada yang abadi. yang kekal hanyalah kematian. Saat pemakaman, aku memutuskan untuk tidur. karena kondisi yang sedang hamil. dikhawatirkan akan berpengaruh pada kondisi si bayi saat itu. 

Akhir tahun 2006, tepat 5 hari setelah natal. Kakekku, ayah dari Mama biasa kupanggil dengan panggilan sayang yangkung kembali pergi. Eyang kakung yang selama sakit tinggal dirumah kami, tiba tiba minta pulang kerumahnya di Kebon kacang sehari sebelum natal. dia bilang, "Aku hanya ingin merayakan Natal di kebon Kacang, tidak lama.. hanya 5 hari..lalu sesudahnya aku akan pulang.." begitu beliau bilang. lalu setelah kami merayakan natal. Akung meninggal dengan tenang di rumahnya, dengan piyama kesayangannya. aku yang sedang hamil besar saat itu menangis histeris. Untuk saya sosok akung sudah seperti ayah. sejak aku kecil kami sangat dekat. Beliaulah yang mengajarkanku agar bicara jelas, tidak cadel. Dia yang selalu menggendongku saat aku menangis, dan akan menghiburku hingga tangisanku terhenti. dan dia pergi saat aku sedang mengandung. aku ingat dia pernah mengelus perutku, dan bilang "anakmu perempuan, cantik dan cerewet seperti kamu.." ahh, dan kematian terasa begitu akrab, begitu dekat...

Pada 2007 dan 2008. Keluarga suamiku satu persatu pun pergi. Tante dan nenek kesayangannya. beberapa sahabat terdekatnya pun juga pergi. kami ada disana, di proses pemakamannya, bertemu kerabat dan sanak saudara yang berpakaian hitam dengan mata sembab dan menangis. mereka pun akan pergi, batinku dalam hati. Mereka dan saya yang datang ke pemakaman ini, akan meninggal juga. entah kapan. 

Tahun 2009, menjadi kehilangan terbesar dalam hidupku. Suami yang bersama ku sejak aku duduk di bangku SMA, hingga menikah; Tuhan panggil lebih dulu. 9 tahun kebersamaan kami, selesai. Toksoplasmosis yang menyerang batang otaknya tidak dapat menyelamatkan hidupnya. dan yang tersisa saat itu hanyalah kenangan dan senyuman. Hari itu saya bersahabat dengan kematian. saya tidak marah padanya. walau saya menangis, hingga 5 bulan sesudahnya. saya akhirnya bersahabat dengan kematian. Dan kemudian bersiap menghadapi kematian kematian selanjutnya. kesedihan kesedihan dan kehilangan yang mendalam.

Tahun 2010 - 2012 proses pemulihan pasca kematian suami. menguatkan diri dengan sering datang pada setiap pemakaman saudara saudara dan kerabat. melihat air mata yang jatuh atau bahkan ikut menangis tanpa henti. kehilangan yang mendalam. pelukan demi pelukan yang mengobati dan mengisi kekosongan. Malam tadi, bulan ketiga di tahun 2013. tepat 20 hari setelah kepergian sahabat kami Wulan. salah satu kawan kembali pergi, pulang kepadaNya.

Tadi malam saya menangis hingga pukul 12 malam. Malam tadi saya takut akan kematian. saya tidak memusuhinya. tapi saya sungguh takut. tiba tiba nyali saya kendur. dalam waktu kurang dari 20 hari setelah wulan pergi, Ernes pun menyusul. menyusul Reti, Wulan dan Imelda dan sahabat sahabat lainnya. tangisan yang melelahkan membawa saya tertidur pulas dalam istirahat malam yang menyakitkan karena dihantui ketakutan. Pukul 2 siang, selesai mengantar Ernes kepada peristirahatan terakhirnya. hanya istri dan Sang Ibu yang menangis. selebihnya terlihat tegar. dan saya kemudian memeluk diri saya sendiri.. berbisik pada hati kecil saya..

Jangan Bersedih.. mari menikmati perjalanan ini..
karena kita semua sedang melakukan perjalanan..
Bukan untuk pergi menjauh, Tapi untuk kembali pulang..

Jaga kesehatan ya yu. saya ingin pulang dalam keadaan sehat dan berbahagia. tidak membuat semua menangis. saya ingin mereka berbahagia karena tiba giliran saya pulang. atau Berbahagialah yu, bersiaplah untuk melepas kepulangan orang orang yang kamu sayang..

Al - Fatihah untuk
Oma Eyang Uti Josephine Gertrudia Sampouw
Opa Eyang Kakung Wibowo
Bapak Eyang Kakung H. Roto
Ibu Eyang Uti Hj. Koesyosanti
Kakakku Mas Adhi Priyanto
Suamiku Abet Perhida Eriz
Seluruh keluarga dan Sahabat


1 komentar: