Selasa, 13 Januari 2015

Liburan Sekolah kemana Aja Malika, Keliling Bandung! Part #7

Museum geologi terletak di Jl.Diponegoro No. 57 bandung. Sebenarnya bukan Cuma malika yang penasaran, kenapa sih disebut Geologi. Cuss, langsung deh cari informasinya di internet. Nah, ini dia.. “Geologi (berasal dari Yunani: γη- [ge-, "bumi"] dan λογος [logos, "kata", "alasan"]) adalah Ilmu (sains) yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.” Maka Museum ini kemudian disebut museum geologi karena didalamnya terdapat ilmu pengetahuan berharga mengenai ilmu yang mempelajari bumi dan yang berhubungan dengan unsur unsurnya. Udah ngerti belum mami sama malika? Belum. Hihihi.. supaya ngerti akhirnya kita (saya, malika dan papinya) meluncur menuju museum yang berdiri tegak dibawah langit biru-nya bandung pagi itu.

Tiket di Museum geologi bandung sangatlah MURAH. Hanya delapan ribu rupiah, untuk 2 orang dewasa dan 1 orang anak anak. Walaupun sebelumnya saya pernah ke salah satu museum di Washington dc, dan tidak bayar, tapi biaya tersebut cukuplah untuk pemeliharaan benda benda bersejarah di museum tersebut.

Berdasarkan informasi yang saya dapat, Museum ini sudah berdiri sejak 1929, dimulai dengan membangun sebuah laboratorium geologi pada masa penjajahan belanda. Huahhh, jauh lebih tua dari usia kemerdekaannya Negara Indonesia. Pada masa tersebut, museum geologi adalah miliki pemerintah belanda, mereka menyadari bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan bahan mineral, sehingga penting untuk mereka menguasainya untuk menunjang perkembangan industry di negeri belanda. Cerita lebih lengkap bisa dilihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Geologi_Bandung. Singkat cerita, Saat pendudukan Jepang, laboratorium ini berpindah ke tangan Jepang dan setelah Indonesia merdeka di tahun 1945, barulah pengelolaan Museum Geologi berada dibawah Pusat jawatan Tambang dan Geologi.   



Nah, sedikit sejarah mengenai museum Geologi, kira kira ada apa ya didalamnya? Saat masuk kedalamnya, Kami langsung disambut oleh Fosil Gajah Purba. Atau dalam Bahasa latinnya disebut Elephas hysudrindicus (ada tulisannya hehehe), tertulis juga disana gajah purba yang tingginya hampir menyentuh langit museum ini, ditemukan di daerah Blora, Jawa Tengah. Saya yang terkesima, langsung melihat wajah malika yang jauh lebih terkesima. 

Ini kali pertamanya melihat fosil purba yang sebesar dinosaurus, selain di televisi. Setelah puas berfoto dan menjelaskan kepada malika tentang gajah purba ini (dengan penjelasan alakadarnya) kami melanjutkan perjalanan kami ke ruangan lainnya
Kami memasuki ruang sayap timur, dimana di area ini dijelaskan secara detail mengenai bumi beserta isinya dari masa ke masa. Dari mulai 200 juta tahun silam, hingga 600 juta tahun silam. Terdapat juga gambar gambar yang menjelaskan tentang hewan dan tumbuhan yang hidup di masa tersebut, hingga jenis jenis batuan yang ada di masa tersebut. Malika yang (alhamdulilah) gemar membaca, mengaku bingung dengan istilah istilah latin yang tersebar hampir di seluruh bahan bacaan yang tertempel di dinding museum. Seperti pertanyaan tentang, “Mi, evolusi itu apa sih?”, lalu “za..maan.. mesozoikum itu apa mi?” atau “bedanya reptilian dan mamalia apa mi?” saya sedikit kelabakan sih, tapi untungnya bahan bacaan disana cukup jelas sehingga (walaupun tidak menjawab semua) saya berusaha menjawab pertanyaannya.


 
 

Di area ini, kami juga dapat melihat Sejarah pembentukan Danau Bandung yang melegenda itu ditampilkan dalam bentuk panel, malika kali ini sibuk menodong papinya yang lahir dan besar di bandung, dengan pertanyaan pertanyaan seputar area area di bandung, cekungan, sungai dan hutan yang ada dalam panel kaca tersebut, maminya sibuk foto foto hehehe.  Yang bikin saya kagum (dari yang saya baca disana), terdapat pula benda peninggalan sejarah yang terdapat di pinggiran danau danau di bandung, yang menunjukan bahwa sekitar enam ribu tahun yang lalu, telah ada manusia pra sejarah di bandung. Wahhhh.. *berdecak kagum sembari penasaran*

Di ruang ini juga kita bisa melihat fosil hewan yang ada di daerah bandung yang hidup ratusan juta tahun silam, mulai dari gajah, kura kura, kerbau, badak, ular, ikan, yang hidup di sekitar area yang ada di panel tersebut. Dari ukurannya, kita bisa melihat bahwa, hewan hewan dijaman pra sejarah itu berukuran raksasa, bagaimana manusia-nya ya. Nah, yang menarik, disini juga terdapat replica fosil Tyrannosaurus Rex. 

 
 
 

Tingginya mencapai 5 – 6 meter, hampir menyentuh langit langit museum. Walaupun hanya replika, namun t-rex ini berhasil membuat mata malika berkaca kaca, sambil bertanya “mi, nanti malam dinosaurusnya bisa gerak dan lari lari juga gak, kayak yang di film night at the museum itu?” Hahahaha, I absolutely say no to her.

Di pojok ruang sayap timur ini, kita bisa melihat fosil dan sejarah manusia purba termasuk teori evolusi Darwin. Walaupun terkenal kontroversial karena menyebutkan bahwa nenek moyang manusia di zaman pra sejarah adalah monyet. Namun Charles Darwin, merupakan sosok pemikir ini berhasil mengungkap kejadian kejadian dan temuan dari zaman pra sejarah terkait dengan bumi dan evolusi manusia. Nah, di ruangan yang satu ini, malika melihat kumpulan fosil manusia purba atau homo erectus (ada yang familiar gak dengan istilah istilah latin ini #ngomong sama diri sendiri, inget pelajaran SMP). 

 
 
 
Puas berkeliling di ruang sayap timur, kami melanjutkan wisata pengetahuan kami ke lantai 2. Kami melewatkan ruang sayap barat sebab ada tulisan “sedang dalam perbaikan”. Saying sekali, padahal didalamnya terdapat informasi mengenai Hipotesis terjadinya bumi di dalam sistem tata surya, ada juga ilmu mengenai Tatanan tektonik regional yang membentuk geologi Indonesia; serta Keadaan geologi di beberapa provinsi di Indonesia seperti sumatera,Jawa, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara serta Irian Jaya. Yasudah, kami pasrah dan akhirnya melanjutkan ke lantai II.

Di area lantai 2 museum geologi ini kita bisa melihat hal hal yang sifatnya lebih familiar karena lebih sering kta lihat di televise nasional. Berbeda dengan ulasan tentang jaman pra sejarah yang sangat sulit kita dapatkan kecuali dengan membaca atau mendengar cerita dari nenek moyang. Di sini, kita bisa melihat informasi super lengkap tentang manfaat dan kegunaan mineral atau yang lebih kita tahu dengan kata “batu”. Ada juga panel gambar sebaran sumberdaya mineral di Indonesia. 

 
 
 

Kita juga bisa melihat rekaman kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral, di ruangan lantai 2 ini lebih canggiih karena sudah banyak menggunakan technology video touch screen dan informasi yang disajikan selain berupa gambar juga berupa visual. Malika yang masih bingung dengan istilah mineral dan bantuan, berusaha keras memahami hal hal baru yang dia lihat di ruangan ini. Ada banyak hal yang cukup membuatnya terkesima, salah satunya adalah ragam jenis mineral di Indonesia, dengan warna warni yang menyenangkan mata. Lalu saya tiba tiba jadi teringat trend “batu cincin” yang lagi marak akhir akhir ini. Hehehe…

Di akhir perjalanan kami di museum geologi, kami disuguhkan informasi mengenai bahaya geologi seperti tanah longsor, gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api. Malika menjadi terbuka matanya bahwa mengapa penting, perjalanan kami ke hutan juanda dan area taman taman di hari hari sebelumnya untuk terus kita jaga dan pelihara, agar bumi dan alam semesta dapat menjadi tempat yang nyaman bagi kita semua (mahluk hidup; hewan, tumbuhan, manusia) untuk tinggal bersama.

Ternyata malika belum lelah setelah seharian “belajar” mengenai bumi dan isinya. Sehingga kami menutup hari ini dengan mengunjungi Hutan Kota Babakan Siliwangi. Dengan tujuan melengkapi pengetahuan yang didapatnya hari ini di museum geologi. Dan dengan semangat membara, malika tersenyum lebar dan bertanya “memangnya ada hutan di tengah kota?”

Nah, ini juga merupakan kunjungan pertama saya ke baksil. Sebutan untuk hutan babakan siliwangi. Lokasinya dekat sekali dengan dekat Café Halaman, dekat juga dengan Sasana Budaya Ganesha, dekat dengan ITB dan kebon binatang kota bandung. Tidak sulit mencarinya. Baksil merupakan ruang terbuka hijau di kota bandung selain taman taman yang kini (berkat kang emil) menjadi alternative libura anak anak, tidak ke mall.

 
 
 


Setibanya di baksil saya sangat menyesal karena hari itu mengenakan celana pendek. Sudah kebayang deh, serbuan nyamuk saat berjalan jalan di dalam baksil. Namun malika yang mengenakan celana panjang lengkap dengan jaket, topi, kaos kaki dan sepatu kets, asik berjalan melenggang kangkung bersama sang ayah. Di area ini memang hanya berupa hutan, tidak ada khusus seperti taman hutan ir.h.juanda yang memiliki situs sejarah. Namun disini, malika merasakan bahwa, salah satu komponen penting dalam hidup adalah berdamai dengan alam semesta. Caranya dengan tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan air dengan bijak, tidak menebang pepohonan, dan memelihara alam dengan sebaik mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar