Selasa, 26 Mei 2020

Cinta yang Mengubah Hidupku Part #16

Pada kesempatan lainnya, setelah aku duduk di bangku kelas tiga Abet semakin sering mengantar dan menjemputku ke sekolah. Dia semakin posesif dan membuat aturan yang mengekangku. Aku harus memberinya kabar setiap saat dan jika hal tersebut tidak kulakukan dia biasanya akan marah. Entah aku sebut apa hubungan ini, Abet tidak pernah secara fisik memukulku atau membentakku. Dia hanya seperti tidak ingin kehilanganku dan hal itu pun sama kurasakan, aku juga tidak ingin lagi kehilangan dirinya seperti saat tahun lalu dia memutuskan untuk pergi.

Kini, setiap sepulang sekolah saat Abet rutin menjemputku dia sering memintaku menemaninya ke beberapa tempat yang cukup aneh. Dan setiap kali aku bertanya hendak kemana kita, dia akan menjawab dengan singkat ke rumah teman. Tapi aku tidak pernah bertemu dengan orang orang yang disebutnya teman tersebut.

Biasanya aku tidak pernah sampai di sebuah rumah atau tempat yang dituju, melainkan aku akan menunggu di pom bensin, warnet atau warung terdekat. Kadang aku menunggu di mobil atau jika sedang menggunakan motor aku memilih untuk duduk di warung. Biasanya, Abet selalu berpesan jika ada apa apa dengannya dia memintaku untuk pergi dan meninggalkannya. Pesan tersebut sulit aku pahami karena berkali kali dilakukannya dan tidak pernah terjadi apapun.

Baca cerita sebelumnya di sini

Kali itu Abet mengajakku ke tempat yang benar benar baru, lokasinya di pinggir rel kereta api. Beberapa kali dia memintaku untuk menunggu di pom bensin dan mini market, tapi hari itu aku meminta untuk ikut. Kami sempat bertengkar kecil. Dia memintaku untuk pulang jika aku bersikukuh dan tidak mau mendengarkannya. Lalu aku mengalah, paling tidak ijinkan aku ikut sampai ke ujung gang.

Keanehan mulai terjadi saat Abet turun dan berjalan ke dalam gang meninggalkanku yang duduk di atas motor seperti tukang ojek menunggu penumpang. Kunci motor ditinggalkannya dan dia berpesan lebih serius daripada biasanya “Kalau ada apa apa, bawa motornya pergi tinggalin aku.. jangan liat ke belakang.. pergi sesegera mungkin”. Tapi hari itu, lagi lagi tidak terjadi apa – apa. Kami pulang kembali ke rumah dengan motornya. Dia masih sempat mengucapkan terima kasih sebelum menurunkanku di depan rumah.

Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar