Sabtu, 18 Januari 2020

Pesan yang Sempurna dalam Film Imperfect


Disclaimer : Tulisan ini mengandung misuh – misuh dan kesedihan dengan curhatan yang mungkin menyebalkan bagi beberapa orang. But you know, this is my blog. So, enjoy ya! Happy reading!

Selama hidup ada banyak banget hal yang sering menganggu pikiran dan keteguhan hati kita. Hal hal yang membuat mulut berlekuk terbalik, mata enggan memandang cermin, air mata mengalir deras tanpa aba – aba, sampai hembusan nafas kencang saat sadar bahwa selalu ada yang salah. Kita jadi gak percaya sama diri sendiri. Semua benteng keyakinan yang susah payah kita bangun runtuh seketika.

Dari keluarga, masyarakat sampai diri sendiri sering lupa bahwa kita nih terlahir sempurna dengan segala ketidaksempurnaan yang kita miliki. Hal itu saya rasakan betul setelah menonton film Imperfect yang berhasil membuat air mata saya mengalir deras di kursi pojok atas bioskop. Bahkan saya harus menyembunyikan tangisan di sudut ruang tergelap yang sudah jelas ga keliatan saat film sedang diputar.
Rara terlahir dengan postur gemuk, berkulit hitam, dan berambut keriting. Selalu dibandingkan dengan sang adik yang tinggi, berkulit putih dan lebih terlihat menarik di mata orang lain. Sang ayah kemudian selalu memberi pengertian kepada sang kakak sementara sang Ibu terus mendorong kedua anak perempuannya untuk tampil sempurna sebagai anak perempuan. Karena bagi sang ibu, yang dilihat dari seorang perempuan pertama kali adalah penampilannya. Berbagai konflik yang umum terjadi pada keseharian kita muncul dengan sangat sederhana dalam film ini. Yang sampe terus membuat saya berkata dalam hati berulang – ulang “sialan, gue banget!” atau “huhuhu.. gue setuju sama pendapat ibunya”.

Saat ini berat badan saya melonjak drastis pasca melahirkan Miguel, angka 67kg melesat jauh dari sebelumnya 45kg. Semua orang yang bertemu dengan saya berkata “GEMUK banget lo sekarang yu!” atau ada juga sih yang menghalus-haluskan “Seger banget yahhh kamu sekarang. Olahraga dong, biar seger tapi ga begini amat”. Bukan hanya orang – orang yang berada di lingkaran luar, tapi keluarga terdekat seperti ayah ibu yang kemudian setiap kali saya pulang berkata “Ya Allah kak, Tu Body” atau suami yang sekarang punya panggilan sayang kepada saya “Gembloott, I love you”.

Mungkin ga ada satupun orang yang sadar bahwa setiap saya melihat ke dalam diri, ini bukan hanya soal perubahan berat badan. Tapi ada memori tentang kematian, kesakitan dan kehilangan yang harus saya jalani dan saya tebus sebelum akhirnya hormone stress merusak semua dan membuat saya menjadi gemuk. They don’t see the pain, they only see what they see outside. The new fat brave women!

Namun saya tidak mau terbawa perasaan karena persoalan kegemukan ini. Menyembuhkan PTSD akibat malpraktik yang dilakukan dokter obgyn saja susahnya setengah mati. Saya memilih fokus untuk terus melangkah ke depan dan menerima banyak hal dengan lapang dada. Saya fokus pada apa yang perlu saya lakukan sebagai ibu untuk anak saya, sebagai penggiat isu HIV dan sebagai bagian dari masyarakat.

Tapi emangnya bisaaa kita ga stress saat tiba – tiba gemuk gini? Ya stresss lah Gila! Ahahahahaa.. Saya mulai menggunakan kaos-kaos milik suami yang ukurannya besar, membeli celana legging yang tentunya ga membutuhkan size tertentu. I did everything to continue life dan semuanya melelahkan.

Rara cukup beruntung karena upaya yang dia lakukan untuk mengubah kondisinya berhasil. I will not describe it, its gonna be spoiler. Tapi, ada banyak sekali tantangan di luar sana tentang akses kemampuan membeli makanan sehat, sarana olahraga bahkan waktu yang harus kita keluarkan. Ada banyak sekali orang yang gak bisa melakukan itu. Sehingga yang kita butuhkan kadang – kadang bukan perubahan fisiknya tapi malah perubahan mindset untuk mulai menerima diri kita sebaik mungkin. Karena yang tersulit tapi termurah adalah bagaimana kita belajar mencintai ketidaksempurnaan yang ada dalam diri kita.

Rara juga beruntung, karena ada Dika yang ada untuknya. Damn, its one in a million people who can stand by your side in every condition like that. Meskipun ukuran hidup setiap orang serta masalah yang dihadapinya ga bisa kita samakan dengan yang kita miliki. Sekeras apapun kita mengejar kesempurnaan, kita juga pada akhirnya bisa kehilangan semuanya. Jadi, kita ga bisa bandingkan hidup kita dengan hidup Rara.

Saya, kamu dan Rara bukan orang yang sama. Hidup dan permasalahan kita berbeda, Tidak bisa dibandingkan siapa yang paling sulit atau paling mudah hidupnya. Kesamaan kita adalah semuanya menghadapi lingkungan social dan budaya yang ga akan pernah bisa selalu supportive, yang ga akan pernah bisa selalu sependapat dengan isi kepala kita, yang mungkin akan melakukan hal – hal buruk pada kita jika kita Nampak berbeda. Tapi kan melawan itu semua cakep banget, butuh waktu ratusan tahun untuk mengubah sebuah budaya kalau kita gak mau mulai dari diri kita sendiri.

At the end of the movie.. saya berfikir apa yang membuat ibunya rara bersikap sekeras itu tentang kesempurnaan penampilan pada kedua anaknya ya?oh.. Ternyata sang ibu juga punya luka yang tidak bisa diceritakannya.  Di bagian sanalah kita semua akan melihat salah satu efek domino dari cara kita memperlakukan orang lain. Luka dan trauma serta kesedihan yang bertumpuk karena rasa tidak percaya diri dapat membusuk dan membuat seseorang dapat tidak sadar juga melukai orang lain.

Hidup dengan HIV selama hampir 11 tahun terakhir sudah cukup membuat saya setengah mati stress menghadapi banyak hal baru setiap saat, baik ataupun buruk. Maka kemudian… kegemukan, post traumatic syndrome disorder sampai less-privilage of life pelan pelan saya hadapi... sampai hari ini. Saya gak mau lawan lagi semuanya terlalu keras, karena rasanya lelah. Saya juga mau lari atau sembunyi lagi, I will let my self talk and feel anything that I need to feel. Kalau terapis saya bilang, semua rasa yang ada dalam diri harus saya olah sebaik mungkin. Jangan pernah lari, hadapi meski itu sulit!  

Bravo koh Ernest! Imperfect have a perfect message for our society, for me and for all of you! Kalian wajib nonton, ajak pasangan.. orangtua… juga anak – anak ataupun remaja kalian juga kayaknya sih aman. Yuk kita ubah insecure menjadi bersyukur! Tapi pelan pelan aja yah.. don’t push yourself too hard!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar