Kamis, 30 April 2020

Cinta yang Mengubah Hidupku #5


Seiring dengan berjalannya waktu kami menjalin hubungan sebagai pacar, semakin banyak teman kami berdua yang mengetahui perihal hubungan ini. Maka dari sanalah riak riak mulai bermunculan, khususnya yang datang kepadaku.

Rumors mengatakan bahwa Abet adalah anak nakal dan anak gak bener. Banyak yang mempertanyakan, kenapa aku mau berpacaran dengannya. Ya tentunya aku tidak perlu menjelaskan itu kepada dunia, jelas itu adalah urusan pribadiku. Tapi berita tidak menyenangkan semakin ramai terdengar, khususnya yang mengatakan bahwa Abet adalah Junkie.

Meskipun kaget, aku tidak langsung seratus persen percaya. Selain itu, persoalan narkoba bukanlah hal yang baru dalam kehidupanku. Kakak pertamaku adalah seorang pecandu sekaligus pengedar. Saat aku mulai mengenal Abet… dia sudah pulih dari kecanduannya dan tengah bekerja di Probolinggo. Dan alam semesta memang berusaha untuk menunjukan kepadaku kenyataan yang sebenarnya. Pada satu kesempatan kakakku sempat satu kali berjumpa dengan Abet. Entah apa yang terjadi pada pertemuan mereka itu, malam harinya kakakku menegurku. “Pacaran jangan yang sama kayak gue dong dek. Cari yang bener lah?” begitu katanya dengan nada sedikit sewot. Aku yang bingung dengan maksud perkataannya bertanya balik. “Maksudnya apa mas?” dan dia menanggapi dengan singkat “Ada kuburannya gitu di tangannya”.

Aku yang kebingungan belakangan baru mengetahui kuburan yang dimaksud oleh kakakku adalah bekas suntikan di pergelangan tangan kanan dan kiri Abet yang memang terlihat jelas. Bagi orang orang awam macam aku jelas itu bukan hal yang besar, bisa jadi itu memang bekas luka atau bekas pengambilan darah biasa. Namun bagi mantan pecandu macam kakakku, luka tersebut seperti tanda bagi sesama mereka.

Baca Cerita sebelumnya di sini

Sampai suatu hari saat aku main ke rumahnya. Aku mendapati pintu pagar yang terbuka lebar, dengan motor kesayangannya yang terparkir dengan kunci masih menggantung. Sambil menggerutu aku mencabut kunci tersebut dari motor. Pintu belakang juga terbuka lebar, Nampak sandal yang tidak beraturan ada di pintu masuknya. Sepertinya anak ini buru buru batinku dalam hati. Aku mengucapkan salam dari muka pintu sambil sedikit melongokan kepalaku ke dalam. Beberapa kali salam tidak ada jawaban. Tidak ada mamanya, Uni, pembantu atau keponakan keponakannya yang biasanya berlarian rusuh menghampiriku kalau aku tiba.

Dengan santai aku masuk ke dalam setelah sebelumnya menutup pintu pagar dan kemudian menutup pintu dapur. Aku lalu melangkahkan kaki ke arah tangga sambil memanggil nama Abet berkali kali namun tidak terdengar jawaban juga. Apakah rumah ini kosong, aku bertanya tanya dalam hati. Tapi kemudian aku mendengar suara televisi dari arah ruang atas, tempat Abet biasa bermalas malas. Tiba di lantai atas aku tidak melihat siapapun. Aku masih berusaha memanggil namanya dan samar samar aku mendengar suara rintihan seseorang dari bawah meja. Ya, dari bawah meja. Lalu dengan sedikit ngeri tapi penasaran aku menghampiri meja besar di ruang tengah tersebut sambil melongok ke bawahnya.

“Ya ampun, Abet kamu ngapain??”

Abet sedang menyuntikan sesuatu ke lengan kirinya yang masih terikat sedikit renggang oleh sebuah ikat pinggang. Rumors itu kini menjadi kenyataan.


Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar