Kamis, 22 Mei 2014

#SelfTalk - Kelelahan, Tidur Seharian dan 24 Jam tanpa Internet

Hari ini saya super kelelahan. Dan kemudian berjanji pada diri sendiri untuk tidak lagi bertindak bodoh dan menyakiti diri sendiri. apa yang sebenarnya saya lakukan? Jadi, hari selasa yang lalu, saya memutuskan untuk mengendarai motor untuk berangkat ke kantor. Jarak yang ditempuh menuju kantor saya tidak tahu tepatnya berapa. Namun yang pasti dari Pamulang menuju Rawamangun membutuhkan waktu 2 jam, atau lebih tepatnya 4 jam bolak balik yang amat sangat melelahkan. Pagi ini terbangun dengan kepala berdenyut kencang dan letih. Saya memutuskan mendengarkan jeritan tubuh saya yang terdalam. Mereka bilang tidur.

Karena ingin sekali menjadi pendengar yang baik bagi sang tubuh. Saya memutuskan untuk tidak mengisi ulang pulsa paket internet saya yang kebetulan habis minggu ini. Sehingga, seharian ini saya sama sekali tidak memegang smartphone. Hanya menyentuhnya saat harus mengabari kepada kantor bahwa saya sakit dan tidak dapat berangkat ke kantor. Dan menjawab telfon dari suami saya. Selebihnya hari rabu ini saya habiskan hanya dengan tidur, makan dan bermain dengan puteri kesayangan saya.

Senin, 19 Mei 2014

Artikel Tentang Saya, Di Majalah Kartini

Source : @MajalahKartini
Beberapa saat yang lalu, saya dihubungi oleh Galis. Wartawan Majalah Kartini. Galis mengatakan, dia akan mewawancarai saya seputar aktifitas bersama teman teman di Indonesia AIDS Coalition dan Movement ODHA Berhak Sehat. Proses wawancara ini berlangsung cukup lama, lebih dari 1 jam. Galis ternyata wartawan yang sangat bisa diajak bekerjasama, berusaha mengakomodir achievement atau keberhasilan bukan hanya berdasar pada angka angka kasus HIV AIDS yang selama ini diberitakan sebagai bahan pembicaraan saja. 

Pagi tadi, office boy saya di kantor membeli majalah ini, karena kiriman dari Pihak Majalah kartini belum sampai. dan kami semua di kantor sangat penasaran dengan hasilnya. dan sungguh sangat berbahagia karena apa yang saya sampaikan dan saya sarankan untuk di kutip dalam artikel tersebut sangat persis seperti apa yang saya harapkan.

Bandung, Rumah Cemara, dan Ferdinand Sinaga


Kunjungan saya ke Bandung kali ini sangat menyenangkan. Selain karena memang sedang merindukan suami yang kebetulan tinggal di Bandung. Tapi saya kembali mendapat kesempatan untuk berkumpul dan bertemu dengan pahlawan pahlawan kemanusiaan yang berkumpul di komunitas rumah cemara. Kali ini mereka akan mengikuti Photo Session untuk dokumentasi dan liputan yang dilaksanakan oleh tim dari film Cahaya dari Timur.

Source : Rumah cemara
Hari ini, panitia mengadakan sesi foto pada keseluruhan tim indonesia yang menjadi pemain homeless world cup sejak tahun 2011 sampai dengan 2013. Dalam Sesi Foto kali ini, juga merupakan ajang reuni bagi para pemain. Walaupun tidak keseluruhan pemain sejumlah 24 orang bisa berkumpul, namun sebagian diantaranya bisa berbagi kembali pelukan, senyum, tawa, serta cerita setelah sekian lama tidak berkumpul karena kesibukan dan aktifitas masing masing. Sesi foto kemudian diakhiri dengan permainan bola yang tentunya sangat menghibur. Kenapa? Karena setiap bertemu dengan Rumah cemara dalam event sepak bola, saya tidak pernah melihat itu sebagai sebuah kompetisi sengit bermakna menang kalah. Karena Rumah cemara mengajarkan kepada saya tentang makna kebersamaan, mencari kebahagiaan, mempersatukan perbedaan dan semangat menghilangkan stigma diskriminasi dalam bermain sepak bola. Value yang sangat mulia dalam sebuah olahraga yang mungkin tidak bisa didapatkan dibanyak tempat.

Jumat, 16 Mei 2014

Cinta itu Soal hati, Bukan Jenis Kelamin

Source : google.com
Waktu duduk di bangku sekolah dasar, aku punya beberapa teman, di sekolah dan di rumah. Mereka adalah teman laki laki dan perempuan. beberapa teman laki laki ku, suka bermain sepak bola dan basket atau membaca komik. tapi ada beberapa teman teman laki laki yang lebih suka bermain bersamaku, dan sekelompok teman teman perempuan kami. Kami tidak pernah bermasalah dengan hal tersebut. kami sangat nyaman. teman laki laki ku ini, suka menonton film bersama, memasak bersama saat hari libur, dan aktifitas lain yang kata orangtuaku hanya biasa dilakukan oleh perempuan saja. tapi tidak dengan temanku. dia sangat mahir memasak, lebih baik daripadaku. dia lebih rajin dan telaten saat membersihkan cucian piring. tapi sejak kecil aku tahu, bahwa semua hal bisa kami lakukan bersama. sebagai perempuan, ternyata aku lebih suka bermain basket dan sepak bola ketimbang membantu ibu di dapur. dan teman laki lakiku dia tidak suka bermain sepak bola ataupun basket, dia lebih jago memasak. dan itu sangat menyenangkan. dia suka membawakan kami banyak makanan hasil karyanya di dapur.

Rabu, 14 Mei 2014

teringat ku pada aa pagi ini

saya biasa memanggilnya aa. panggilan untuk kakak dalam bahsa sunda. dia bukan berasal dari tanah pasundan. namun perawakannya yang seperti kakak. membuat saya ingin memanggilnya seperti itu. dia asli betawi. dulu, konon dia adalah pemakai narkoba jenis putau. akrab disebut dengan istilah junkie. aa adalah junkie. tapi dia adalah tipikal orang yang unik. aktifitasnya yang sangat erat dengan narkoba tidak membuatnya lupa akan tuhan. ibunya pernah bercerita pada saya bahwa dia tidak pernah meninggalkan shalat. 5 waktu shalat selalu dia laksanakan.

aa orang yang sangat menyenangkan. dia memang tidak mudah akrab dengan kebanyakan orang. bukan karena dia pendiam. tidak. dia tidak pendiam. aa orang yang sangat senang ngobrol. namun narkoba melumpuhkan banyak kemampuannya untuk berpikir. dia tidak lantas menjadi bodoh atau pendiam. hanya kehilangan banyak kata kata. sampai aku tahu dia juga hidup dengan HIV lebih dari 10 tahun lamanya.


merasakan kesakitan dalam fase AIDS, membuat aa ingin hidup yang lebih baik. telah lama dia meninggalkan dunia kelam narkoba. aa hidup jauh lebih baik. menjaga kesehatan dan membahagiakan dirinya dengan mendekatkan diri pada tuhan. bahkan kesakitannya karena AIDS tidak pernah dipertanyakannya pada Tuhan. aa tetap bersyukur.

Selasa, 13 Mei 2014

betsi

tadi
aku terlelap, benar benar terlelap
lamanya hanya 30 menit
namun rasanya sangat panjang
dalam tiga puluh menit terlelap aku bertemu denganmu


 betsi
nama yang sudah cukup lama tidak pernah kusebut
kau memelukku betsi, kencang
memelukku yang sedang berbaring
memelukku dari belakang punggungku 
seperti yang biasa kau lakukan

betsi
kenapa kau datang
aku sudah lama tidak mengingatmu lagi
aku berusaha menguburmu sedalam jasadmu
ah betsi aku tidak tahu mengapa kau datang
mungkin sudah terlalu lama aku tidak berdoa
atau sudah terlalu lama aku akhirnya menghilangkan rasa ini
 kedatanganmu membuatku menangis lagi

Kamis, 08 Mei 2014

Cerita dari Lola, Terlahir dengan HIV


Source : http://gaynewsnetwork.com.au/feature/born-this-way-hiv-positive-l-oran-13550.html 
Cerita ini saya terjemahkan dari artikel
Born this way: HIV-positive L'Orangelis Negron speaks at the International AIDS conference http://gaynewsnetwork.com.au/feature/born-this-way-hiv-positive-l-oran-13550.html  

L’Orangelis Thomas Negrón, yang akrab dipanggil Lola oleh saya, adalah salah satu orang yang memberikan inspirasi dalam kehidupan saya. Kami berkenalan dalam Konferensi AIDS International di Washington DC tahun 2012 lalu. Pribadinya yang sangat menyenangkan membuat kita nyaman berbicara panjang lebar dan bertukar pikiran dengannya. Hey lola, terima kasih ya sudah mengijinkan saya menterjemahkan artikel ini, dan membagikannya kepada lebih banyak orang. Love you sist!

***

Rabu, 07 Mei 2014

Tanda Tanya Tanda Tanya Selanjutnya

Saya punya banyak sekali kawan seorang homoseksual (penyuka sesama jenis) dan waria. Mereka adalah orang orang hebat yang pernah saya temui dalam hidup saya. kenapa saya bilang hebat, karena menurut saya, mereka adalah manusia paling tulus dalam menjalani kehidupan. Mereka jujur dan apa adanya. mereka mengungkapkan rasa kasih dan sayang mereka tanpa beda. Mereka mengekspresikan bagian terindah dalam dirinya tanpa khawatir. namun penolakan masyarakat yang begitu besar, ditambah lagi banyaknya pribadi pribadi yang sangat gemar mengambil alih peran Tuhan sebagai Sang Hakim.


Hal ini saya rasakan pada saat menjadi Juri Dialog Muda. Dari 1600-an karya karya yang masuk dalam kompetisi tersebut. banyak sekali rupanya remaja Indonesia yang sangat Homophobic dan Transphobic. Sedih dan marah saat membaca kata demi kata yang mereka ketik dengan rapih. geram saat membaca kata demi kata yang mereka poles dengan kiasan kiasan dan setiap ruma dalam puisi yang isinya adalah kebencian pada Gay. ahh.. sedih.

Tanda Tanya Bagian Pertama

Source : Google.com
Tulisan ini masih merupakan bagian dari tulisan saya sebelumnya "Pengalaman jadi Juri Dialog Muda". tapi kali ini saya tidak akan membicarakan persolan teknis menjadi juri. melainkan saya mau curhat panjang lebar tentang isi dari karya karya yang masuk dalam kompetisi Dialog Muda dan juga kegelisahan saat saya membaca 180 tulisan, dari 1600-an Karya yang masuk pada Kompetisi Dialog Muda yang dilaksanakan oleh HIVOS, Pamflet dan GWL Muda.

Perlu diketahui dan digarisbawahi dengan jelas, Tulisan ini sama sekali tidak memiliki kadar kebencian terhadap para peserta yang menjadi bagian dari kompetisi ini. Namun Tulisan ini diharapkan bisa menjadi kritik yang membangun bagi para penulis, bagi para orangtua, bagi para guru, dan bagi mereka yang merasa pemimpin negara bernama Indonesia ini. Karena saya yakin, mereka yang menulis ini tentunya mendapatkan tulisan ini bukan hanya saja hasil dari buah pikiran mereka, namun juga didorong oleh informasi yang (mungkin) kurang tepat dan datang dari orang yang (mungkin) tidak kompeten di bidangnya.

Selasa, 06 Mei 2014

Pengalaman Jadi Juri di Kompetisi Dialog Muda

Beberapa saat yang lalu saya mendapat kesempatan yang sangat berharga untuk menjadi bagian dari tim penjurian sebuha kompetisi yang bernama Dialog Muda. Kompetisi Dialog Muda ini ini terbuka untuk anak muda dari seluruh Indonesia berusia 15-24 tahun, karya yang dikirimkan harus mengikuti tema tema yang sudah ditentukan oleh panitia penyelenggara. 

source from dialog muda
Diantaranya bertema HIV dan AIDS, Seksualitas, dan Kekerasan. Karya yang dibuat oleh peserta bisa berupa KARYA KREATIF dalam bentuk apa saja, mulai dari kalimat, paragraf, cerita pendek, puisi, prosa, komik, video, lagu dan lain-lain. Nah, Kompetisi yang diselenggarakan oleh HIVOS, GWL Muda dan Pamflet ini berhasil mengumpulkan lebih dari 1600 karya dari seluruh Indonesia. Nah dari semua karya yang berhasil masuk, akan dipilih 20 karya terbaik yang nantinya akan diikutsertakan pada kompetisi Global Dialogues International yang diikuti oleh anak-anak muda dari Indonesia, Guatemala, dan Kenya. Salah satu dari 20 karya terbaik di tingkat nasional juga akan dibuatkan menjadi film pendek oleh sutradara Indonesia ternama lho. keren banget gak sih!

Pada saat saya diminta untuk menjadi bagian dari tim juri. Rasanya tentu sangat bangga! bisa ikut menyeleksi karya karya terbaik yang masuk dan bisa juga ikut belajar tentang fenomena dan situasi apa yang terjadi di kalangan remaja di Indonesia. Nah di tulisan saya kali ini saya mau bagi beberapa cerita menarik dari balik ruang penjurian Kompetisi Dialog Muda.

Agama Saya

Picture From Google.com

Agama Saya

Tertera di KTP. Mungkin maksudnya untuk memudahkan tatacara penguburan saja, atau bilamana ada razia suatu saat jika hukum (yang katanya "cuma" buatan manusia) sudah mati.

Mereka yang mengatasnamakan agama saya, tidak pernah mengajarkan bagaimana menghadapi hidup, mendidik anak berkebutuhan khusus dengan cinta, atau cara praktis menyusui. Padahal katanya seorang ibu wajib menyusui anaknya selama dua tahun. Mereka juga tidak pernah mengajarkan bagaimana membujuk anak laki-laki prapubertas yang autis untuk mau naik meja operasi ketika harus dikhitan.

Yang diajarkan adalah berperang, dengan ini dengan itu, dengan si anu yang tidak sejalan, dengan si itu yang konon kafir, yang di sana yang katanya liberal, dan semuanya dianggap musuh. Dan harus diperangi.

Mungkin memang buat mereka yang mengatasnamakan agama saya, agama dianggap tidak perlu begitu praktis. Tidak seperti peta yang menuntun kita, kompas yang menunjukkan arah. Cukuplah dengan menurut dan menutup jalan logika, itu sudah. Karena logika dianggap cara kafir menemukan masalah. Dan kafir, harus diperangi.

Agama saya, yang saya tahu, lebih dari itu.

Tuhan saya, lebih baik dan tidak pernah menghukum hambaNya.

Agama tidak pernah menjadi bagian penting dari hidup saya, ketika orang yang mengatasnamakannya lebih banyak berbicara kotor tentang kaum lain, dan mengajak untuk berperang. Ketika saya memilih jalan kemanusiaan, saya tahu bahwa agama lah yang menuntun saya. Bukan orang yang mengatasnamakannya.

[Share dari Status Facebook Mbak Dwi Rahayu]