Rabu, 01 April 2015

#SelfTalk Jangan Menyerah Ayu!


"the minute you think of giving up, 
think of the reason why you held on so long.."

Saya sering berada dalam situasi yang tidak begitu menyenangkan. Rasanya, jika dihitung bukan hanya satu dua kali. Saat dimana rasanya, semua hanya bisa dijawab dengan air mata. perasaan perasaan itu kerap kali muncul, khususnya saat bersinggungan langsung dengan persoalan kehidupan kesehatan, dan anak. Dua hal yang dengan magisnya dapat membuat saya beku, saat semua menjadi buntu. 
***
Di tahun ke-6 berdamai dengan kehidupan, saya tidak pernah lantas santai, dan berleha leha. Seperti kebanyakan mereka yang saya temui di titik perjalanan kehidupan dengan HIV. Merasa sehat, merasa semua sudah baik baik saja, hingga lalai tidak memperhatikan kesehatannya. Lalai dengan gaya hidup yang kembali semrawut. Pulang malam, kurang minum air putih, terlambat minum obat, bahkan makan semaunya. Seakan lupa dengan perjuangan yang sudah dilalui selama bertahun tahun. Saya mewanti wanti diri sendiri setiap saat. sing eling yu.. jaga semua yang sudah kau pelihara.

Namun bukan hidup, Jika semua berjalan mulus. Konon jika tidak mengalami lika liku kehidupan, hidup tidaklah berwarna. Si kecil yang sudah beranjak besar, kini sudah berusia 8 tahun. Dengan kondisi kesehatannya yang terus kami awasi dengan ketat, kami tidak boleh lengah sedikitpun. Namun kami tidak memenjarakannya. Mata, telinga dan seluruh indera yang ada di tubuh kami, sang ayah dan ibu, seperti sirene yang akan berbunyi kencang jika ada persoalan yang terasakan kuat telah terjadi pada putri kami.

Beberapa bulan setelah proses 'membuka status' berjalan mulus. Saya hampir tidak pernah lagi membicarakan persoalan HIV kepadanya. Saya sedang jauh berfikir, -harus apa lagi, setelah ini- and I never get the answer. Saya pikir, yang penting adalah berkomunikasi secara rutin mengenai perasaan perasaan yang tumbuh di pikirannya, hatinya, serta apa yang dialaminya di lingkungannya berada. Hingga suatu hari saya mengajaknya ke sebuah pertemuan.

Dalam pertemuan tersebut, kami teman teman perempuan yang fokus kerja pada isu HIV perempuan, sedang mendiskusikan persoalan HIV pada anak. Siapa yang menyangka, buku catatan yang dibawanya terus, menjadi saksi kecerdasannya.  Awalnya, saya hanya mengetahui dia memang senang menulis, dan menggambar. Catatan yang dibawanya-pun, dia fungsikan untuk menggambar. Sampai dia menyodorkan catatan tersebut kepada saya. Kira kira begini tulisannya.

Aku anak yang hidup dengan HIV AIDS
aku setiap hari harus minum obat
walau banyak anak yang tidak mau minum obat karena rasanya pahit
tapi aku tidak sulit minum obat
aku minum obat Duviral dan Efaviren
Jadwal minum obat : 
Duviral 2 kali
1. Duviral Pagi 6.00
2. Duviral Malam 18.00
3. Efaviren 21.00
Semangat untuk semua anak yang tertular HIV ya. :)

Di detik tersebut saya sudah tidak mampu berfikir. Kalau saya dapat menangis di tengah keramaian, mungkin akan saya lakukan. Namun hal itu batal saya lakukan. Bagaimana dia bisa menulisnya dengan santai, tanpa ada pikiran pikiran buruk. tanpa ada rasa takut. Saya melihat matanya yang penuh dengan rasa penasaran seperti berbicara "how do you think mom?" dan sayapun juga melihat ada sorot mata bangga yang dia pancarkan sembari bertanya"Mom, am I cool?". Yang lantas saya lakukan di beberapa menit setelah membaca adalah tersenyum dan berkata pelan langsung di telinganya, "kamu hebat, I love you".

Sore ini. 7 hari setelah kejadian tersebut. Kami mengunjungi dokter untuk kontrol rutin bulanan. Saya yang menyempatkan memotret tulisan tersebut di telfon genggam,  saya tunjukkan kepada dokter kesayangannya. Dengan binar binar di kedua mata, sang dokter langsung menggengam tangan anak saya dan berkata "Kamu anak yang hebat" dan beberapa petuah serta motivasi tambahan bagi si cantik kesayangan kami sekeluarga.
Dalam perjalanan pulang sang dokter mengirimkan pesan kepada saya 
"Jaga mood-nya agar tetap stabil ya bu. Anaknya hebat. Dijaga baik baik. Kalau mau berbicara langsung via telfon, silahkan. Saya dengan senang hati."
Oh God.. whats next..Perjalanannya masih sangaaattt panjang. Kita tidak pernah tahu. Tapi satu hal yang saya yakini, ada kekuatan besar bernama "kasih sayang" yang terus tumbuh dan tumbuh. Yang menguatkan sendi sendi di pundak saya, untuk tetap menikmati setiap tanjakan turunan dan liku perjalanan-nya dengan semangat.

1 komentar:

  1. Like mother like daughter.. Salute to both of you.. Salam sayang buat malika. Salam kenal ya, teh ayu.. 😊

    BalasHapus