Rabu, 06 Januari 2016

Gifted Hands : The Ben Carson Story (8-365)

sumber : wikipedia
"We pledge ourselves to liberate all our people from the continuing bondage of poverty, deprivation, suffering, gender and other discrimination". -Nelson Mandela

Semenjak berlangganan TV kabel dirumah, tontonan kami menjadi lebih berkualitas. Karena sejak kecil saya termasuk anak yang tidak mudah bergaul dengan mereka yang baru saya kenal. Saya banyak menghabiskan waktu membaca dan menonton film. Sayangnya, kebanyakan tayangan televisi di Indonesia sangat buruk dan cenderung membuat manusia bodoh, saling membenci. Tayangan di saluran televisi nasional kita dapat membentuk karakter bangsa yang entahlah saya bingung menggambarkannya dengan kata apa yang tepat. 

Malam ini kami menonton sebuah film di HBO Family. Filmnya berjudul "Gifted Hands : The Ben Carson Story". Film ini menarik perhatian saya karena pemeran utamanya adalah seorang berkulit hitam. Entah kenapa sejak mengenal sejarah politik Apharteid, saya selalu terkesan dengan ras kulit hitam yang selalu berjuang untuk hidup mereka, berjuang dari keterpurukan dan ketertindasan. Film ini bukan hanya menceritakan tentang bagaimana kelompok kulit hitam yang diwakili oleh sesosok anak hebat bernama Ben Carson. Tapi juga tentang bagaimana perjuangan seorang ibu.

sumber : google.com
Benjamin Solomon Carson yang biasa dipanggil Bennie oleh sang ibu dan kakak, adalah seorang anak laki-laki yang lahir di Kota Detroit, Michigan Amerika serikat. Ibunya, bahkan tidak bisa membaca dan menulis karena keterbatasan akses pendidikan. Meski sang ibu bekerja sebagai pekerja rumah tangga dari rumah ke rumah, dia tidak menyerah. Dia tidak ingin anaknya memiliki nasib yang sama dengannya. Ben tumbuh tanpa sosok ayah, sehingga sang ibu dan sang kakak laki-laki menjadi satu-satunya panutan dalam hidupnya.

Sejak kecil, ben merupakan anak yang cerdas. Dia gemar sekali membaca, dan berkat buku-buku yang dia baca di perpustakaan kota, Ben memperbaiki kondisi pendidikannya di sekolah. Dia menunjukan bahwa dia adalah siswa yang pandai, meski semua selalu mengucilkannya karena dia anak berkulit hitam. Ben mulai menunjukan ketertarikannya pada setiap hal, dan langsung mencari literatur serta bahan bacaan untuk memahami lebih lanjut. Ben lulus di sekolah menengah atas dengan nilai terbaik di angkatannya.

Walau telah membuktikan prestasinya di sekolah, diskriminasi terhadap warna kulit masih lekat terasa dari teman-teman bahkan guru dan pengajar lainnya disana. Sehingga sang ibu berfikir keras bagaimana caranya, agar Ben bisa tetap belajar namun tidak diinjak-injak. kekerasan dan bullying yang didapatkannya di sekolah, sempat membuatnya menjadi anak yang sangat tempramental. Dalam film ini ditunjukan setelah memasuki fase dewasa, Ben sering tidak bisa menahan emosi bahkan kepada sang ibu. Kesabaran dan kegigihan sang ibu untuk memperbaiki kehidupannya dan sang anak, akhirnya meluluhkan hati Ben dan membulatkan tekadnya untuk meneruskan kuliah di Yale University.

Ibu Ben Carson, ben Carson, dan Istri Ben Carson
sumber : www.time.com
Perjalanan panjang kehidupan dan pendidikan kedokteran yang keras ditempuhnya hingga akhirnya Ben Carson bergabung di John Hopkins Hospital di Maryland, sebagai seorang dokter bedah otak. Sosok Ben carson merupakan sosok inspiratif bagi siapapun yang menyaksikan film ini, atau mungkin mengenalnya dari sisi medis di lingkungan kedokteran.

Conjoined twins X-Ray
sumber : wikipedia
Pada tahun 1985, Ben Carson mendapatkan kasus anak yang berusia 4 tahun dengan kejang-kejang hebat, hampir 100x dalam sehari. Diagnosa utama, anak ini mengidap Rasmussen's encephalitis. yaitu kejadian yang sangat langka dalam dunia medis, dimana ciri dari penyakit ini  adalah pasien memiliki kejang yang berulang, kehilangan kemampuan motorik dan berbicara, kelimpuhan sebagian dari tubuh serta radang otak dan demensia.  Dia berhasil menyelamatkan anak ini dengan melakukan bedah otak Hemispherectomy, dimana sebagian dari otak pasien akan diangkat. Operasi ini terbilang sangat beresiko namun, Ben Carson berhasil melakukannya.

Pada 1987, Ben Carson kembali dihadapkan pada kasus-kasus bedah yang tidak mudah. Dia bertemu dengan pasangan yang memiliki anak kembar dempet di bagian otak belakang. Sehingga harus dilakukan operasi pemisahan yang sangat tidak mudah. Ben mempelajari struktur tubuh dan cara terbaik melakukan pemisahannya, serta melakukan berulang kali rehearsal, diskusi, riset medis dan latihan berulang-ulang bersama hampir 50 tim dokter di John Hopkins Hospital. Keberhasilannya melakukan bedah pemisahan pada Conjoined twins ini, merupakan prestasi yang luar biasa pada kala itu. Kini Ben Carson telah pensiun, setelah sebelumnya menjabat sebagai Director of Pediatric Neurosurgery di Johns Hopkins Hospital sejak tahun 1984-2013.

Very Recomended movie to watch with family, specially our child :)
See this link before watching

1. Gifted Hands: The Ben Carson Story (trailer)
2. Ben Carson Biography
3. Behind Gifted Hands Movie
4. Dr. Benjamin Carson's Amazing Speech at the National Prayer Breakfast with Obama Present 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar