Selasa, 20 Juni 2017

Ada yang Tahu Dimana Guruku?

Hari ini aku naik ke kelas 5, rasanya senang sekali. Selain itu Hari libur juga telah tiba, satu bulan lamanya, semoga tidak bosan karena aku pasti akan merindukan sekolah dan teman - teman disana. Tapi aku tidak akan merindukan guru ku, karena aku tidak tahu dia dimana? Aku tidak tahu apakah dia benar - benar berniat menjadi guru bagiku dan teman - teman atau tidak? Aku tidak tahu, Dimana Guruku?


***

Saat itu di hari pembagian raport kelas 3, satu tahun lalu para orang tua murid kasak kusuk membicarakan wali kelas kami di kelas 4. Tapi ibu ku tidak ikut - ikutan berkasak kusuk, karena dia bukan tipikal orang yang suka ngerumpi di sekolah. Dari yang aku coba curi dengar, kelas 4 nanti kami akan mendapat wali kelas bernama Pak Edi. Dari cerita teman - teman dan orangtua murid di kelas 4 sebelumnya, beliau memiliki perangai yang sangat tidak baik, mudah marah, tidak sabaran, tidak bisa ngemong murid - muridnya, sering tidak masuk sekolah, sering terlambat, begitupun cara mengajar. Aku sempat deg - deg'an mendengar kasak kusuk itu, bagaimana nanti nasibku di kelas 4 nanti, bisa bisa jelek nilaiku semua.

Pada hari pertama masuk sekolah, seperti biasa diadakan upacara menyambut murid - murid baru kelas 1. Aku begitu bersemangat berangkat pagi ini, tapi tidak dengan ibu ku setelah membaca pesan di grup bbm. Aku tidak tahu ada apa dengannya sampai akhirnya aku tiba di sekolah.

Para orangtua murid kelasku berkumpul di halte tunggu dekat parkiran motor, tempat mereka biasa menunggu kami sepulang sekolah. Mereka nampak serius berbicara dan mempersiapkan sesuatu. Kemudian ibuku meminta ijin untuk meninggalkan tempat itu sejenak untuk mengantarku ke lapangan, karena upacara segera dimulai. 

Aku senang sekali karena kembali bertemu dengan teman - temanku setelah liburan sekian lama, namun sampai upacara selesai dilaksanakan kami tidak menemukan Pak Edi yang katanya wali kelasku itu. Dia tidak menemui kami di lapangan, tidak merapihkan barisan kami, dan tidak mendampingi kami. Saat semua anak kemudian masuk ke kelas masing - masing untuk perkenalan dengan guru baru mereka, tidak dengan kami. Rasanya kami seperti anak ayam kehilangan induknya, kami tidak tahu dimana kelas kami dan tidak ada yang berusaha meminta kami masuk ke dalam kelas. Lalu kami memutuskan untuk menemui ibu ibu kami.

Aku sangat terkejut mengetahui, Ibu kami sedang mempersiapkan diri untuk menghadap kepala sekolah, meminta  wali kelas kami diganti. Wah, padahal itu baru hari pertama kami sekolah, bahkan kami belum bertemu dengan guru tersebut. Para orangtua yang setuju wali kelas diganti, menandatangani sebuah surat pernyataan yang akan disampaikan kepada kepala sekolah. Sayangnya, upaya para ibu kami tidak dapat dikabulkan kepala sekolah, namun aspirasi dan permohonan mereka akan diteruskan oleh kepala sekolah kepada dinas pendidikan agar kemudian barangkali bisa ditindak lanjuti. Para orangtua diminta untuk tenang, dan melihat dulu progres selama semester awal pengajaran nanti begitu kata kepala sekolah.

***

Setelah beberapa bulan memulai tahun ajaran baru, aku kemudian paham kenapa para orangtua bersikukuh tidak mau Pak Edi itu menjadi wali kelas kami. 

Pak Edi selalu datang terlambat. Aku benci sekali, itu membuatku dan teman - teman menjadi malas ke sekolah. Jam pelajaran kami di mulai jam 10.00 dan berakhir pukul 14.30. Tebak jam berapa wali kelas kami datang? Antara jam 11 dan jam 12. Selain terlambat, pak Edi tidak pernah benar - benar hapal nama kami atau siapa kami. Itu terjadi sampai akhir tahun ajaran. Dia biasa memanggil kami dengan sebutan kamu untuk murid - murid yang dia lupa namanya. Kok bisa ya, setelah sekian lama mengajar, tidak hapal - hapal. Bapak juga pernah beberapa kali tidak masuk mengajar, alhasil ada banyak guru yang menggantikannya. Tapi pernah satu kali, ada satu orang bapak yang mengajar kami, setahuku dia bukan guru di sekolah kami. OMG, aku baru tahu kalau dia adalah anaknya pak Edi. kok bisa ya, anak dari guru.. lalu mengajar kami, padahal dia bukan guru di sekolah kami? Lalu kepala sekolah diam saja? Rasanya sangat aneh.

Kami sering sekali berisik di kelas, namanya juga anak - anak yaa. Setiap anak punya topik pembicaraannya masing - masing, dan kami suka sekali ngobrol itu membuat kami happy. Tapi Pak Edi sangat benci saat kami ngobrol, bebeda dengan wali kelas kami sebelumnya yang bisa menenangkan kamai dengan cara yang baik, pak Edi bisa sangat marah dengan menggebrak meja dan berteriak meminta kami diam. Kami sangat takut saat dia marah.

Kadang kadang kami suka lupa mengerjakan PR, aku tahu itu salah. Suatu hari hampir seisi kelas lupa mengerjakan pekerjaan rumah, dan pak Edi sangat marah. Entah bagaimana, saat dia marah, dia suka menggulung buku pelajaran, dan memukul buku tersebut ke kepala salah satu dari kami, apesnya hari itu aku kena pukul. Aku semakin takut padanya, begitupun teman - teman yang lain. beberapa dari kami berani menceritakan kepada orangtua, kebanyakan tidak. Tapi orangtua kami tidak bisa melakukan apapun, karena kepala sekolah pun tidak melakukan apapun. Tidak ada tindak lanjut atau evaluasi dari permohonan para ibu kami di awal tahun ajaran.

Semenjak kejadian itu, pak Edi tidak pernah memberikan kami pekerjaan rumah. Jadi kami semua tidak ada bahan pelajaran yang dikerjakan. Tapi ibu ku selalu mengingatkan ku untuk belajar meskipun tidak ada PR, kemudian aku biasanya akan main guru - guruan sambil belajar, mengisi soal dari majalah anak anak, atau mengisi soal - soal dari buku yang ada. Buku kami hampir kosong, dan jarang diisi, padahal buku itu sudah dibeli oleh orangtua kami, lalu untuk apa ya buku - buku ini. Ya, ibu ku dan orangtua lain membeli sejumlah buku, harganya tidak murah lho, ratusan ribu rupiah. Padahal, di tengah semester satu, kami mendapat buku dari sekolah, gratis. Katanya program pemerintah. Aku jadi bingung, kenapa guruku meminta orangtua membeli buku buku, lalu tidak banyak dipelajari, lalu kami lebih banyak menggunakan buku yang diberikan sekolah. 

Saat mengajar, Pak Edi tidak pernah menjelaskan dengan detail. Bahkan dia hanya meminta kami mengisi soal, tanpa menjelaskan caranya. Bagaimana aku bisa menjawabnya, kalau tidak ada yang memberi tahu caranya. Aku bingung, apalagi saat pelajaran Matematika. Rasanya aku bisa gila kalau begini terus, untungnya teman - temanku di kelas berbaik hati membantuku saat menemukan kesulitan. Beberapa dari mereka sangat cerdas di pelajaran Matematika.

Waktu ulangan harian tiba, aku belajar dengan sunguh - sungguh, aku berdoa semoga bisa menjawab semua soal dengan lancar dan mendapat nilai yang bagus. Tapi kok aneh ya. Andi, adalah murid pertama yang selesai mengerjakan soal dan mengumpulkannya di meja guru. Lalu pada saat dinilai, banyak diantara kami yang mendapat nilai jelek. Sampai ada ibu dari temanku yang protes, banyak jawabannya yang benar namun disalahkan. Ternyata, Jawaban dari hasil ulangan milik Andi dijadikan acuan penilaian bagi siswa lainnya, padahal jawaban - jawaban di kertas ulangan Andi banyak yang salah. Ternyata pak Edi tidak punya kunci jawabannya, karena Andi selesai pertama kali menjawab soal, Pak Edi menganggap semua jawabannya pasti benar. Banyak orangtua sangat marah saat itu, tapi mereka tidak melakukan apa - apa, aku sedih.

Selain sekolah, aku memiliki aktifitas lain seperti Futsal dan Renang, kata ibu dan ayahku selain sekolah kita juga harus memiliki aktifitas lain di luar sekolah. Gunanya untuk mengimbangi kemampuan akademis dengan kemampuan lain yang tentunya kita minati. Aku sering mengikuti pertandingan renang dan Futsal, tentunya kalau kebetulan pertandingan tersebut ada di hari sekolah, aku harus ijin tidak masuk dan memberikan surat ijin kepada guru ku. Suatu hari aku ijin mengikuti pertandingan renang, orangtuaku yang memberikan surat ijinnya kepada pak Edi. Keesokan harinya di sekolah, pak Edi menyindirku di depan kelas "Kalau renang dan futsal aja, dibela - belain. Giliran sekolah gak masuk. Emangnya renang dan futsal dibawa ke akherat?" begitu dia bilang. Sampai dirumah aku sampaikan pada ibu ku dengan perasaan sangat sedih. Ibu ku kemudian memelukku, dan meminta ku sabar dan tidak memasukan kata kata tersebut ke hati, karena dia tidak bisa melakukan apapun. Ibu ku bilang, aku harus teguh menjalankan semua aktifitasku, khususnya yang dua itu renang dan futsal. Karena Semua orang berhak untuk memiliki cita - cita, meskipun itu buka ada di bidang akademis. Aku sungguh lega, aku sayang ibuku.

Kalian tahu tidak, Kenapa sih kok para orangtua kami tidak bisa melakukan apapun? itu karena, setiap ada yang protes, melapor bahkan menegur sang guru secara langsung. Guru tersebut akan menyindir para murid di kelas, dan itu membuat kami tidak nyaman. Kepala sekolah bahkan tidak melakukan apa apa walaupun para orangtua bawel melapor sampai mulutnya berbusa. Aku kesal sekali.

Saat pembagian raport di semester awal, kami semua kecewa dengan nilai yang kami terima. Hasilnya sangat jelek, bahkan anak paling pintar di kelas tidak mendapatkan nilai yang baik seperti biasanya. Tapi aku bersyukur, Ibu ku tidak marah, dia tahu ada yang aneh dari cara mengajar pak Edi dan bagaimana dia menilai murid - muridnya. Yang mengejutkan lagi, setelah semua orantua berkumpul di kelas, pak Edi memberikan kata sambutan, lalu kemudian dia memanggil nama kami satu persatu dan membagikan raport. Persis seperti saat dia membagikan hasil ulangan ke murid - murid. Orangtua tidak ada kesempatan untuk berhadapan langsung dan membicarakan progres pendidikan kami, apa kekurangan kami di kelas dan apa yang harus kami tingkatkan, karena raportnya dibagikan begitu saja dan kami semua boleh pulang. Bukankah itu cara yang aneh untuk dalam tradisi pembagian raport ya?

***

Semua yang kuceritakan diatas berlangsung terus sepanjang tahun pelajaran kelas 4. Aku sudah pasrah, apapun yang terjadi dengan masa sekolahku ini. Bahkan sampai saat momen momen penting, Pak Edi tidak pernah menampakan batang hidungnya, saat kami kemping pramuka di sekolah, saat pentas drama kami di penutupan kegiatan pesantren, dan mengerikannya saat ujian kenaikan kelas, dia hanya datang beberapa kali untuk mendampingi kami mengerjakan soal - soal, sisanya.. banyak guru yang bergantian menjaga kami sampai selesai mengerjakan soal soal.

Setiap sepulang sekolah aku selalu menceritakan semua hal pada ibu dan ayahku. Se-detail mungkin aku menceritakan apa yang terjadi di sekolah, apa yang dilakukan pak Edi hari itu, apa yang aku rasakan. Tidak jarang ibu ku geram, tapi kami tidak tahu tindakan apa yang harus mereka lakukan. Berkali - kali menghadap kepala sekolah, membuat laporan, tetap tidak ada tindakan yang dilakukan oleh sekolah untuk mengganti guru kami. Pak Edi pun tidak menunjukan perubahan sikap. Eh, Kenapa tidak menelfon langsung setiap ada kejadian, dan mengkomunikasikan langsung kepada guru tersebut? Tebak deh? katanya beliau tidak punya HP lho. Sepanjang tahun pelajaran kelas 4, semua orangtua yang jarang hadir di sekolah untuk mengantar/menjemput, tidak ada yang bisa berkomunikasi secara personal dengan pak Edi karena alasan sang guru tidak punya HP. Belakangan aku tahu dia berbohong, karena kata guru - guru kelas lain pak Edi punya HP.

Saat menjelang pembagian raport, ada orangtua murid yang menyampaikan pesan yang pak Edi titipkan. Bahwa kelas kami tidak ada remedial atau ulangan perbaikan nilai, semua murid akan mendapat nilai bagus dan pasti naik kelas. Hmm, aneh ya. Padahal kami pernah tidak mengerjakan PR, dan setelahnya tidak ada PR yang diberikan lagi kepada kami, bahkan nilai ulangan harianku sering jelek entah karena memang jelek atau acuan penilaiannya yang salah. Semua sudah dijamin begitu katanya. Apakah Pak Edi menilai kami dengan asal - asalan? Orangtuaku saja tidak tahu kebenarannya, apalagi aku.


***

Hari sabtu kemarin, akhirnya hari pembagian raport kenaikan kelas tiba. Aku sangat senang sekaligus lega, karena tidak harus bertemu lagi dengan wali kelasku yang aneh dan tidak jelas keberadaannya. Aku tidak ikut ke sekolah, karena orangtua ku memutuskan aku bisa berlibur lebih awal dirumah kakek nenek. Dari cerita ibu ku, bahkan sampai hari kenaikan kelas tiba pak Edi masih terus membuat ulah. Dia meminta orangtua kami untuk datang lebih awal, pukul 8. Padahal jadwal pembagian raport kelas kami adalah pukul 10. Dan jika diadakan di pukul delapan, tidak akan ada ruangan yang bisa digunakan. Dan benar, saat semua orangtua sampai di sekolah mereka akhirnya hanya berkumpul di depan kelas,

Lalu kemana pak Edi. Ayah dan ibuku berinisiatif mencarinya ke ruang guru, dan tebak apa yang sedang dilakukan pak Edi. Ayah dan ibuku melihat dia masih mengisi raport! Karena kesal, ayahku menghampiri beliau dan mengatakan bahwa para orangtua sudah berkumpul sesuai permintaan beliau pukul 8. Dengan santainya dia mengatakan bahwa tidak ada ruang kelas. Akhirnya pembagian raport dimulai sesuai jadwal yang semestinya pukul 10, aku tidak bisa membayangkan bagaimana wajah kesal ayah dan ibuku juga para orangtua lainnya setelah menunggu selama 2 jam.

Seperti yang kusampaikan diatas, aku sangat lega dan senang karena hari kenaikan kelas akhirnya tiba. Meskipun sampai hari ini aku masih bertanya - tanya, Kenapa sekolah tidak punya sistem monitoring dan evaluasi pada guru guru semacam pak Edi ini. Kenapa guru seperti beliau dibiarkan tetap mengajarkan kami. Apa karena sekolahku ini sekolah negeri, gratis, semua di subsidi oleh pemerintah sehingga aku tidak layak mendapatkan pendidikan yang baik dan berkualitas seperti teman - temanku yang bersekolah di sekolah swasta yang harganya bisa membeli sebuah mobil mewah. Aku tidak tahu bagaimana mencari jawabannya, mungkin ibuku sedang memikirkan itu, katanya sih dia hendak bertemu lagi dengan kepala sekolah. Ibu ku ini pekerjaannya melakukan upaya upaya advokasi lho, jangan macam - macam sama dia. Hehehehe, Meskipun dia baru saja mengalami kesedihan, dia pasti punya rencana untuk itu. Tujuannya bukan menjatuhkan siapapun termasuk wali kelasku yang lalu, tapi dia ingin anak - anak lain tidak mengalami hal serupa seperti yang kualami selama kelas 4. Ibu ku ingin sekolah atau bahkan instansi sekelas dinas memiliki cara yang tepat untuk memberikan pendidikan terbaik untukku dan anak anak lainnya.

Semoga kejadian yang aku alami, tidak ada di sekolah kalian atau menimpa kalian ya teman - teman. Aku dan Ayah ibuku mengucapkan Selamat kepada teman - teman yang naik kelas ataupun lulus untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Tetap semangat mencari ilmu dimanapun kalian berada, tidak harus di sekolah, tidak juga harus ilmu akademis. Karena kata ibuku, semua tempat adalah sekolah, dan semua orang yang kita temui adalah guru. Selamat berliburr!!

***

Disclaimer : Cerita ini adalah cerita nyata yang saya alami. Gaya bertutur yang saya gunakan, seakan akan adalah anak saya yang bercerita seperti yang dilakukannya setiap hari sepulang sekolah. Nama yang ada di tulisan ini sudah saya ganti, bukan nama sebenernya. Nama anak, Sekolah dan domisili pun tidak saya sebut, (meskipun pasti banyak juga yang tahu dimana anak saya bersekolah) karena menjaga situasi supaya tidak kacau setelah banyak yang membaca tulisan ini. karena sekarang ada undang undang ITE yang bisa menjebloskan siapa saja ke penjara. 

Namun jika ada pihak - pihak yang membaca tulisan saya tahu kemana saya harus melapor, saya ingin sekali berbicara dan menjadi saksi bahwa masih ada sekolah yang melakukan kelalaian dalam banyak aspek. Entah siapa yang harus saya laporkan, gurunya, kepala sekolahnya, atau sekolahnya, atau instansi diatasnya. Mohon informasinya bisa di tulis di kolom komen.

Seperti yang disampaikan di paragraf sebelum ini Tujuan tulisan ini bukan untuk menjatuhkan siapapun termasuk wali kelas yang lalu, tapi saya ingin anak - anak lain tidak mengalami hal serupa seperti yang dialami anak saya selama kelas 4. Saya ingin sekolah atau bahkan instansi sekelas dinas memiliki cara yang tepat untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak anak di Indonesia.

5 komentar:

  1. Duh guru yang tidak bertanggung jawab :(

    BalasHapus
  2. Wah ada ya yang begitu. Saya baru tahu. Semoga nggak banyak yang begitu ya bun 🙏

    BalasHapus
  3. wah parah banget kaalu begitu , dan kok kepala sekolah membiarkannya ya,

    BalasHapus
  4. wuaa, ngeri kali ya pa Edi ini :(
    emang harus ada indikator dan evaluasi juga buat guru biar tetap berkualitas..

    BalasHapus
  5. Bagaimana kalau homeschooling saja, mbak? :)

    BalasHapus