Sabtu, 01 Agustus 2020

Cinta Yang Mengubah Hidupku Part #23

Ini bukan kali pertama aku berhadapan dengan isu narkotika, Abet hanya mengembalikan cerita cerita di masa kecilku. Hanya saja bentuknya lebih intim, karena aku sungguh mencintainya. Kakak laki – lakiku adalah bentuk lain dirinya, hanya saja dia lahir dan tumbuh di tahun berbeda. Dimana narkotik masih menjadi barang langka di Negara ini. Kakak laki lakiku memperlihatkan betapa heroin membuatnya larut dan tenggelam dalam ruang yang hanya dia yang tahu dimana letaknya dan seberapa kedalamannya.

Sewaktu aku masih berusia empat atau lima tahun, aku sering menyaksikan pemandangan aneh di dalam kamar kakakku. Dia dengan jarum suntiknya yang menancap di tangan, ya tentu saat itu sering berfikir kakakku sedang sakit dan menyuntikan obat ke dalam tubuhnya. Aku sempat berfikir dia pernah bersekolah di jurusan keperawatan, karena mampu menggunakan jarum suntik dengan begitu lihai. Di lain kesempatan aku melihat dia menghisap bubuk berwarna putih yang sudah dibariskan dengan rapih di atas cermin. Yang paling frontal adalah, aku sering melihatnya membawa barang – barang di rumah kami di saat mama dan papa sedang bekerja. Mulai dari televisi, tabung gas dan barang berharga lainnya.

Tentu seperti yang sudah kusebutkan aku tidak mampu memahami dan mencerna semuanya dalam waktu yang cepat. Tapi satu hal yang kumengerti saat itu, kakakku adalah orang baik. Sehingga pada saat aku selalu melihat hal baikpada dirinya meskipun semua mengatakan bahwa dia “anak nakal”. Aku tidak pernah melihat dia dengan tato di sekujur tubuhnya sebagai hal yang buruk. Sampai akhirnya, aku bertemu dengan Abet dan hal yang sama kembali terjadi pada hidupku.

Aku jadi ingat pada satu kesempatan, Kakakku pernah bertemu dengan Abet. Sepertinya itu satu – satunya pertemuan mereka karena kakakku tinggal dan bekerja di Paiton, Surabaya. Saat itu Abet sedang di rumah dan kakakku sedang pulang, mereka tidak sempat ngobrol panjang lebar. Hanya saja aku sempat memperkenalkan mereka saat Abet hendak pulang dan kakakku baru tiba.

“Mas, ini Abet.”
Dan tentunya dengan sopan, Abet bersalaman dan memperkenalkan dirinya. Terlihat senyum sungging di ujung mulut kakakku tersebut. Setelah Abet pergi meninggalkan rumah, kakakku tiba – tiba mengatakan sesuatu yang menurutku cukup keras.

“Cari pacar kok yang ada kuburan di tangannya sih dek?”
Dengan polosnya responku Cuma “apa sih, ga ngerti” meskipun aku sangat paham sebagai sesame pecandu, kakakku dapat mengidentifikasi memar bekas suntikan yang jelas terlihat di lengannya. Saat kejadian itu berlangsung, sesungguhnya aku cukup khawatir akan pandangan kakakku padanya. Karena kakak laki laki keduaku tidak banyak berkomentar soal Abet. Dan sebelum aku meninggalkan kakakku yang sedang merokok di teras rumah dia sempat berkata “Belajarlah dari kesalahan kesalahan yang gua buat dek, don’t hurt yourself. Don’t hur mama papa”

Aku terdiam dan meninggalkannya menuju kamarku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar