Jumat, 24 Februari 2017

Hey, its Malika First Swim Race!

dokumentasi pribadi
Semenjak menjadi penduduk tetap kota yang sejuk ini, Malika seperti menemukan dirinya yang hilang. Karena disini dia bebas berlarian tanpa khawatir kesulitan mendapatkan sumber oksigen yang bersih dan tidak terkontaminasi asap knalpot. Kami bisa bebas melenggangkan kaki sesuka hati Karena terbentang luas jalur khusus untuknya, bernama trotoar. Dia juga kemudian bebas berlarian di lapang – lapang serta taman – taman yang memang dibangun untuk kami, para warganya. Hal itu tidak mungkin terjadi di tempat tinggal kami yang lama. Selain tersedianya tempat yang layak untuk anak untuk tumbuh dan bahagia, di Bandung juga sangat banyak komunitas – komunitas serta klub olahraga yang mampu mengakomodir minat serta bakat anak. Singkat cerita, akhirnya Malika memutuskan untuk melengkapi jati diri masa kecilnya dengan perlahan mewujudkan mimpi menjadi atlit renang dengan bergabung bersama salah satu klub renang di kota Bandung.

Sebelum masuk klub renang, saya dan papinya memutuskan untuk membayar jasa les private renang, dengan tujuan utama agar Malika senang dulu sama renang. Tidak kaget dengan ritme berlatih di klub yang tentunya akan lebih banyak. Selama 1 tahun lamanya, mulai dari sama sekali tidak bisa berenang dan tidak berani sama air, sampai fasih menguasai semua gaya. Dengan catatan, dilatih oleh personal trainer seperti ini hanya mengembangkan kemampuan saja, yang penting asal anak bisa renang. Itu tujuan awalnya. Sampai pada akhirnya kami rasa Malika sungguh – sungguh dan berkomitmen, gak gampang bosan dan gak minta berhenti latihan. Kami mulai bergabung dengan salah satu klub renang di kota Bandung.

Senin, 20 Februari 2017

Memilih Dokter dan Rumah Sakit Yang Nyaman Bagi ODHA

sumber : pexels.com
Saat kita baru saja mengetahui bahwa kita terinfeksi HIV, atau bahkan baru mau memeriksakan diri Karena merasa memiliki resiko kemanakah kita harus melangkahkan kaki untuk mencari pertolongan. Bagaimana kita bisa memilih dokter dan rumah sakit yang nyaman serta terjamin kerahasiaan status HIV kita? Nah tulisan saya hari ini akan membahas soal itu. Seperti biasa sih, sebagian besar isinya pasti soal curhatan saya, tapi semoga bisa memberikan teman – teman sekalian pencerahan yah.

Kalau versi nya saya, saat itu saya gak ada pilihan harus kemana saya. Karena kondisi saat itu penuh ketiba – tibaan dan yang saya bisa lakukan adalah mendatangi pertolongan terdekat yang diberikan oleh orang – orang disekitar saya. Waktu suami nge-drop, kami membawanya ke rumah sakit terdekat yang sekiranya bisa memberikan pertolongan pertama, bukan rumah sakit rujukan HIV yang sudah di set – up oleh pemerintah. Lho kenapa ga ke RS rujukan? Lha wong saya ga tau harus kemana. Setelah tahu persoalan yang kami alami adalah kondisi HIV, barulah kami mencari pertolongan yang benar, sehingga kami memutuskan untuk ke RSUP Fatmawati, yang merupakan salah satu rumah sakit yang ditunjuk kementerian kesehatan  untuk memberikan penanganan HIV di wilayah Jakarta Selatan, meskipun saat itu kami berdomisili di Pamulang.

Jumat, 17 Februari 2017

Keputusan Menyusui dan Tidak Menyusui pada ibu Hamil HIV+

sumber : pexels.com
Satu bulan terakhir ini saya dibuat bingung setengah mati, oleh dokter, oleh kebijakan pemerintah dan tentunya bingung oleh diri sendiri. Kebingungan ini mengenai keputusan menyusui dan tidak menyusui yang hingga tulisan ini diposting di blog, saya masih berusaha membulatkan hati. 

Pasti banyak yang bertanya-tanya kenapa saya sebingung itu? Alasan utamanya Karena saya hidup dengan virus HIV selama 8 tahun terakhir ini. Maka segala keputusan yang saya ambil terkait urusan kesehatan, dan kebaikan orang lain yang terdampak (dalam hal ini bayi saya nanti) harus saya putuskan sebaik dan sematang mungkin.

Mungkin banyak juga yang kemudian bertanya, memangnya kalau sudah terinfeksi HIV gitu boleh hamil? Terunya kalau sudah hamil memangnya boleh menyusui, bukankah nantinya akan menularkan kepada bayi yang dikandungnya? Jawabnya bisa dan boleh, boleh hamil.. boleh menyusui.. TAPI, syarat dan ketentuan berlaku ya. Maksudnya, ada persyaratan khusus yang wajib dipenuhi oleh sang ibu dan dan pasangannya, saat hendak merencanakan untuk mempunyai anak. Persyaratannya diantaranya adalah yang terinfeksi HIV wajib untuk menjalani terapi ARV minimal 6 bulan, tidak dalam kondisi AIDS (memiliki banyak penyakit penyerta), jumlah kekebalan tubuh / CD4 nya diatas 350 dan jumlah virus HIV dalam tubuhnya tidak terdeteksi. Pastikan kita mengkonsultasikan semua hal yang saya jelaskan di paragraph ini kepada dokter, jangan mentang – mentang sudah baca dan paham.. main ambil keputusan sendiri ya.