Minggu, 21 Agustus 2016

Cinta Sang Larasati (4)

Lara menyesap dengan khidmat cokelat panas di cangkir putihnya. Minuman yang selalu ada menemani hari - harinya. Jika tidak menemukan cafe yang bisa menyediakan secangkir cokelat hangat, dia biasanya dengan mudahnya melangkahkan kaki ke tukang kopi pinggir jalan. Dengan selembar uang dua ribu rupiah, Lara akan membeli air panas untuk diseduhkan pada sebungkus cokelat panas yang selalu tersedia di tasnya. Gadis ini memang antik, katanya cokelat akan membuatnya tenang sekaligus mengembalikan kebahagiaannya. 

Pagi ini dia membutuhkan itu, setelah membaca sebaris pesan di telfon genggamnya yang masuk pukul 3 pagi dini hari tadi. Itu dari Aria. "Lara, sedang sibukkah kamu? Saya perlu bertemu untuk mengklarifikasi beberapa berita untuk rubrik harian saya. Apakah saya bisa membuat janji temu."

Dia sedikit bingung, sembari mengingat - ingat. Adakah wartawan lain yang menghubunginya di pukul 3 pagi, selain Aria. Tidak ada. Lalu Lara menyimpulkan, bahwa pesan singkat Aria bukan untuk membahas apapun yang berhubungan dengan aktifitasnya dengan sampah, atau mengklarifikasi apapun. Ini pasti tentang mereka, yang juga mengganggu Lara beberapa hari ini, setelah pertemuan pertama mereka beberapa hari lalu.

Rabu, 17 Agustus 2016

Cinta Sang Larasati (3)

Aria mematikan batang rokoknya yang entah sudah keberapa. Lalu dia mengambil sebatang lagi, menaruh di ujung mulutnya yang hampir tertutup jenggot dan kumis. Dia nyalakan pemantik dan membakar rokoknya kembali. Pikirannya melayang layang, wajah Larasati memenuhi langitnya malam ini dari sela asap asap rokok yang dihembuskan dari mulutnya.

Telfon genggamnya berdering nyaring, memecah lamunannya. Nama Sarah muncul di layar. Tidak mau menunggu deringannya semakin nyaring, Aria memencet tombol menerima panggilan itu.

"Ya.." suara Aria tidak bersemangat.

"Lho, kok lemas. Kamu Sakit?" Tanya perempuan itu dari ujung sambungan telfon.

"Enggak kok, baik-baik aja. Cuma lagi males malesan aja. Ini lagi ngerokok  sambil bengong diatas."

"Oh ok. Aku make sure aja, habisnya kamu gak bisa jemput hari ini. Terus gak hubungi aku sama sekali. Kan aku khawatir."

"Aku gak apa sar. Kamu udah tutup Toko? Jadinya langsung pulang atau mau kemana?"

"Ini udah di mobil, mau dinner sama anak-anak kampus. Mereka mau ngajak bikin collab buat desain produk ku bulan depan."

"Ok. Take care ya."

"Udah? Gitu aja. Udah ga love love me lagi nih?"

Dengan malas Aria mengakhiri telfonnya dengan kalimat itu "I love you Sarah"

Selasa, 09 Agustus 2016

Cinta Sang Larasati (2)

Sore itu Dewa asmara sedang dirundung pilu karena merasa gagal melakukan tugasnya, dia berfikir keras bagaimana caranya agar Lara bahagia. Dia mengutak atik panahnya, sepertinya ada yang salah dengan panah itu. Sepertinya sudah waktunya Dewa mengganti panahnya yang sudah berusia 2500 tahun, nampaknya panah tersebut sudah mulai uzur dan kurang lentur sehingga tidak bekerja secara maksimal. Di tengah - tengah pengamatannya terhadap perangkat pemersatu cinta-nya, Dewa mendengar suara Lara dari kejauhan. Suara itu terdengar risau, namun ada nada kebahagiaan di dalamnya.

Sang Dewa Asmara bergegas meletakan panahnya, dan mengintip dari balik awan lalu berusaha mencari tahu dari mana asal suara Lara. Tepat seperti dugaannya, Lara sedang menelfon seseorang. Siapakah gerangan yang Lara hubungi? Dewa sangat penasaran. Mengapa terlihat kening mengkerut, matanya melihat ke segala arah tidak menentu dan ada bulir keringat di pelipisnya. Siapa gerangan yang membuat Lara terlihat aneh.

Dengan kekuatan supernya, Dewa Asmara memasang alat pencuri dengar super. Alat tersebut mampu mendengarkan suara sekecil apapun dari jarak terjauh. Dengan tidak sopan karena tidak seizin Lara, Dewa menyimak dengan seksama percakapan Lara dengan seorang pria. SEORANG PRIA!! Dewa bergegas kembali mengambil Panahnya dan menuju tempat Lara.

Minggu, 07 Agustus 2016

Cinta Sang Larasati (1)

Lara tidak pernah menyangka hidupnya sepilu ini. Dia berkali kali kehilangan orang - orang yang dicintainya, sepertinya panah dewa asmara selalu melesat jauh melaluinya. Dia lebih sering menyebut dirinya apes. Bukan tidak ada orang yang mau mencintai Lara, tapi kisahnya selalu kandas di tengah jalan. Berbagai hal terjadi, seperti ada sesuatu yang selalu berupaya membuat Lara kehilangan cintanya. 14 tahun waktu yang tidak sebentar untuk Lara mengalami semua ini, hingga Lara merasa sangat lelah, dan memutuskan untuk tidak mau mencintai siapapun lagi.

Lara memutuskan untuk melanjutkan hidupnya dan menyelesaikan pendidikannya. Pengalamannya dalam bidang pengelolaan sampah membuatnya sibuk. Sibuk mengadakan diskusi dan kegiatan dengan kelompok - kelompok pengelola sampah di banyak kota,  sibuk melatih ibu-ibu PKK di komplek-komplek tentang bagaimana mengolah sampah rumah tangga sampai di minta oleh sekolah-sekolah dan perusahaan-perusahaan besar untuk menjadi narasumber. Sampah menjadi sahabat terbaiknya, sampai ia lupa akan cinta. Cintanya pada sampah, membuatnya lebih hidup.