Selasa, 25 Juli 2017

Mencintai Diri Sendiri Bagaimanapun Bentuknya

Waktu di jam dinding saya menunjukan pukul 8 pagi, dan saya sudah sarapan dengan 2 buah pie brownie cokelat ditambah sepiring pempek dari Lampung yang berisi 1 buah pempek kapal selam mini, 3 buah pempek lenjer dan 2 buah pempek adaan. Banyak yaaa boo sarapannya? bangett, jawab saya dalam hati. Selesai sarapan saya tidak merasa bersalah sama sekali, saya hanya merasa happy karena beruntung masih bisa makan, dan makanannya enak pula. Kebayang kan, banyak banget orang diluar rumah kita yang gak beruntung. Tapi kemudian saya tersadar dengan cara makan saya yang mulai gak karuan, gak terkontrol selama 3 bulan terakhir ini. Semua yang ada di depan mata pasti saya lahap, semua yang saya mau pasti saya usahakan saya beli demi memenuhi hasrat kepingin yang gak kekontrol itu. Sampai akhirnya saya sadar ada yang salah dengan saya.

Sebelumnya saya gak pernah sebahagia ini kalau makan, karena saya makan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh saya, bukan untuk pemenuhan hasrat makan yang kemudian jadi tidak terkontrol tadi itu. Kemudian saya juga menyadari, kebiasaan makan ini menyebabkan bobot tubuh saya meningkat drastis, semua baju dan celana saya tidak ada yang muat. Terpaksa, saya meminjam kaos kaos milik suami, dan lebih sering pakai legging atau celana karet karena sudah tidak ada lagi yang muat untuk saya gunakan. Disitu kemudian saya merasa sedih. Ada apa dengan saya? Pernahkah kalian mengalami hal serupa?

Usut punya usut, lalu mengkoreksi diri, ada beberapa kawan yang mengatakan bahwa saya menjadikan aktifitas makan sebagai pengalihan dari rasa stress dan depresi yang secara tidak sadar masih sangat lekat di dalam diri saya setelah kepergian Miguel. Setelah menyadari hal tersebut saya tidak langsung merubah perilaku baru saya tersebut. Lho kenapa? susaahnyaaa ampunn, kalau tiba2 berhenti drastis mengurangi makanan2 tersebut, saya bisa lemes dan sakit kepala. Padahal sebenarnya asupan makanan di tubuh saya sudah tercukupi, yang membayang bayangi adalah perasaan nyaman setelah makannya saja.

Sehingga akhirnya saya berfikir saya harus melakukan sesuatu, saya ga boleh diam saja dan menikmati pelarian ini, saya harus mengatasi persoalan ini dimulai dari diri saya sendiri. Saya kemudian mencoba beragam cara, mulai dari berolahraga ringan seperti lari yang berhasil saya lakukan di minggu kemarin saat anak sekolah. Saya berhasil menempuh 8 putaran lapangan saparua jogging treck, dimana 8 diantaranya adalah 3 putaran dengan berlari, 4 putaran lainnya hanya berjalan kaki saja. Gak sanggup  lari dengan bobot badan sebesar ini, belum apa apa kaki saya sudah sakit, dan sesampainya dirumah saya tertidur sampai siang hari. Duh gagal sudah rencana berolahraga saya, bagaimana mau melanjutkan olahraga di keesokan hari kalau baru sekali saja sudah menyerah. Saya mencoba olahraga rumah yang lebih fun, seperti yoga dengan petunjuk di video youtube. baru 15 menit gerakan, saya sudah jenuh. Mungkin karena dilakukan sendiri dan dirumah, sehingga cenderung sepi dan bosan.

Alternatif lainnya selain (masih) berusaha untuk olahraga, saya mengganti cemilan saya dengan yang lebih sehat. Seperti menghentikan asupan karbohidrat seperti Mie dan Nasi, dan menggantinya dengan lauk pauk, serta sayur2an yang hanya direbus dan digado begitu saja. Cara ini cukup berhasil, meskipun rasa lapar itu terus datang menghantui saya. Tapi sepertinya, kebiasaan mengunyahnya diganti dengan asupan yang sehat bisa teratasi dengan baik, mudah-mudahan bisa dijalani dengan konsisten kedepannya.

Hal terakhir yang saya lakukan adalah berefleksi pada diri sendiri, sudahkah saya mencintai diri saya sendiri selama ini. Apakah saya sudah menghargai hasil jerih payah yang saya lakukan dalam kehidupan saya, seperti dalam pekerjaan, dalam hal mengurus anak, serta rumah tangga, apakah saya cukup mengapresiasi semua yang telah saya lakukan. Ternyata saya belum cukup melakukan itu, saya masih lebih sering menyalahi diri saya sendiri untuk kesalahan2 yang ada dalam setiap hal yang saya lakukan, ketimbang menghargai keberhasilannya. Saya sempat sedih dan menangis saat mengingat hal itu. Tapi rasanya jadi lebih lega. Saya kemudian bersyukur, meskipun ada begitu banyak kehilangan, ada begitu banyak kesedihan yang menerpa saya 8 tahun terakhir ini. Saya masih diberi kesempatan memiliki keluarga, suami dan anak yang mencintai saya bagaimanapun saya dan segala kekurangan dan kelebihan yang saya miliki.

Mak, punya cerita yang mirip2 sama saya gak, pernah ngalamin ini kah? 
Semoga kita semua tetap diberikan kekuatan dan kemantapan hati untuk menyadaro bahwa diri kita patut untuk dicintai ya. Terima kasih sudah membaca cerita saya hari ini. I love you all! 

6 komentar:

  1. Pentung sekali ya mbk mencintai diri sendiri karena nantinya akan melahirkan sikap percaya diri.
    Dab dari situ kita lbih menjadi bersyukur

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mak, kadang kita terlalu sibuk mikirin orang lain, trs lupa sama diri sendiri. sedihh

      Hapus
  2. Waaah aku juga kalo stress larinya ke makan. Entah sekarang udah berapa bobot badanku mbak. Waktu lebaran di protes Tante karena mukaku jadi lebar banget :((

    Terus kemarin sok-sokan jogging deket rumah, baru 5 putaran terus capek lalu pulang dan belum olahraga lagi sampai sekarang. Susah konsisten tuh ya :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaaa... kalau melihat abang bakso, seperti si bakso berteriak ya mak... "makan akuu.. makan akuu"

      Hapus
  3. aku ini malas banget olahraga meski suami uda sampe berbusa ajakin lari tiap weekend namun sayang komitmennya keburu luntur habis itu menyesal lagi lalu mau lari lalu malas lagi begitu terus sampe Dora masuk SMA hahaha susah maakk 😢

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha #salahfokus ngebayangin Dora Masuk SMA...

      Hapus