Kamis, 15 Maret 2018

Bagaimana Orang Melihat Saya Setelah Terinfeksi HIV

Beberapa hari ini saya mengulang - ulang terus lagu This Is me yang merupakan sondtrack dari film The Greatest Showman yang saya tonton beberapa saat lalu. Bagi saya lagu ini memiliki kekuatan yang luar biasa, baik lirik dan aransemen musiknya. Selain karena memang film The Greatest Showman memiliki makna yang luar biasa dalam (saya belum sempet nih nge-review filmnya, soon ya!). Lagu ini kemudian membuat saya melakukan kilas balik pada hidup saya sembilan tahun terakhir dan bertanya-tanya bagaimana orang melihat saya setelah terinfeksi HIV.

Yup tentunya tidak pernah sama lagi seperti dahulu. Jika dulu masa kecil dan masa remaja saya adalah masa yang sangat biasa-biasa saja, maka masa setelah saya dewasa dan memiliki hidup dengan HIV sesungguhnya menjadi lebih  berwarna dan memiliki begitu banyak tantangan. Lalu saya berfikir, rasanya penting untuk membagikan ini kepada banyak orang. Maka jadilah pagi ini saya berefleksi tentang sembilan tahun perjalanan hidup dengan HIV. Agar mudah diingat maka saya akan membuat beberapa poin supaya mudah dibaca juga ya.

1. Semakin terbiasa dengan wajah terkejut dan kata - kata iba
Hal yang paling ekstrim terlihat adalah ya poin pertama ini. Saya bukan tipikal orang yang mudah bercerita untuk persoalan HIV kepada orang yang baru saya temui kecuali memang ada kebutuhan konseling atau supporting access kepada mereka. Ada banyak sekali masyarakat, kerabat, sahabat bahkan anggota keluarga yang selalu memasang wajah terkejut, bingung, tidak tahu harus berkata sampai mengasihani saat mengetahui bahwa saya terinfeksi HIV. Dan semua respon masyarakat tersebut tidak salah sama sekali, mereka memiliki hak penuh untuk bereaksi dengan cara apapun. 

Yang bagi saya penting adalah memberikan informasi singkat dan jelas terkait HIV kepada mereka pasca mengetahui informasi tersebut. Karena mereka berhak juga lho diberikan informasi dan penyegaran terhadap apa yang terbesit di pikiran mereka sehingga mereka ga mimpi buruk soal kita. Jadi jika ada kawan yang baru tahu status HIV, biasanya saya akan tersenyum dan menjelaskan secara singkat agar kemudian dia merasa nyaman untuk mengenal saya setelahnya.

2. Ikhlas ditinggalkan oleh masyarakat dan sahabat
Berhubungan dengan point nomer satu, pada akhirnya saya menjadi lebih ikhlas jika ada orang yang tidak nyaman dengan keberadaan saya, dan pada akhirnya ditinggalkan oleh masyarakat dan sahabat. It's so fine! Meskipun sebagai manusia pasti ada perasaan sedih dan bertanya - tanya kenapa. Tapi say agak mau pusing untuk merebut hati mereka yang memang sudah kadung tidak nyaman setelah mengetahui saya terinfeksi saya. Yang dapat saya lakukan adalah tetap menjalankan hidup dengan baik dan membuktikan kepada diri saya sendiri dan orang - orang tersebut bahwa anggapan mereka tentang orang yang hidup dengan HIV selama ini adalah sebuah kesalahan. Dan yang terpenting adalah, saya masih memiliki kedua orangtua, kakak adik, suami, anak serta beberapa sahabat yang selalu ada untuk saya. That's enough for me... jadi kita gak buang - buang energi untuk poin nomer dua ini. 

3. Sangat berhati - hati untuk urusan anak saya
Khusus untuk hal anak, sebetulnya saya masih amat sangat berhati - hati untuk banyak hal terkait HIV, khususnya di kelompok orangtua murid di sekolah, guru - guru, circle klub renang dan akademi futsalnya. Anak saya pun sudah sangat paham mengapa kami sangat membatasi informasi mengenai status HIV ibu nya kepada kelompok - kelompok tersebut. Situasinya tidak semudah memberikan informasi kepada masyarakat umum di luar kelompok yang berhubungan langsung dengan anak saya. Meskipun saya juga menyadari bahwa dengan adanya publikasi di social media atau blog semacam ini ada peluang terbukanya informasi HIV AIDS kepada ruang tersebut. But we also set the backup plan to prepare the worst. Yang pasti sih, jika ternyata terjadi diskriminasi terhadap anak saya karena status HIV ibunya ini, saya gak akan tinggal diam dan mengambil tindakan tegas. 

4. Dulu agak ribet kalau mau cari gebetan
Hahahaha saya geli sendiri baca sub title nya, For your information saat ini saya sudah menikah dengan @Febbylorentz... jadi tulisan ini cuma curhat berbagi pengalaman masa lalu aja yah. Yup sebelum akhirnya bertemu dengan Febby, urusan jodoh berjodohan dan gebet menggebet menjadi salah stau tantangan terbesar bagi saya. Saya selalu ingin kembali memiliki teman hidup tidak lama setelah beberapa tahun suami saya meninggal. Tantangan terbesarnya adalah sata kita tertarik pada seseorang yang sama sekali tidak memahami terkait isu HIV. Yes we can easily explain to them from A to z, but.. kita gak bisa memprediksi respon mereka toh. Ada beberapa kali saya dekat dengan beberapa pria yang bukan berasal dari circle aktifisme HIV, the relationship always end up with nothing.

But hey! Hal semacam ini seharusnya tidak menganggu kita lho, jangan merusak apa yang sudah kita bangun dan jalani hanya gara - gara cinta kita tidak berbalas. Meskipun pada akhirnya saya sempat ive up dan memutuskan untuk pacaran sama anak - anak di komunitas HIV lagi dan lagi. Tapi saya gak menyerah untuk terus membangun fondasi hati saya supaya gak cengeng hanya karena masalah cinta yang begini. Buktinya kesabaran saya berbuah hasil. Setelah lima tahun saya dipertemukan dengan Febby, dan kini perjalanan pernikahan kami memasuki tahun ke empat. yeay! Saya bisa, kalian juga bisa kok! 

5. Diskriminasi dan membuat lapangan pekerjaan sendiri
Beberapa hari lalu saya sempat membuat tulisan tentang diskriminasi di tempat kerja yang terjadi sembilan tahun silam. Setelah rangkaian panjang kesedihan dan duka yang meliputi hidup, saya memutuskan untuk berdamai dengan diskriminasi HIV di masa lalu tersebut. Lapangan pekerjaan dan kesempatan mendapatkan pekerjaan adalah salah satu tantangan tergila yang saya sendiri gak tahu bagaimana mencari solusinya. Bagi mereka yang memiliki skills tertentu mungkin gak akan merasa begitu kesulitan. Dulu saya memutuskan untuk bekerja untuk teman - teman ODHA, memberikan mereka informasi, pendampingan serta dukungan selama beberapa tahun. Dan dilanjutkan bekerja untuk salah satu LSM HIV sebagai orang yang melakukan kerja - kerja advokasi, But than.. I'm getting exhausted with all the tension.

Dua tahun terakhir ini saya memutuskan mengikuti jejak suami untuk membuat lapangan pekerjaan sendiri. Its easier for us meskipun diskriminasi terhadap HIV AIDS itu gak memandang ruang dan waktu. Tapi paling gak, we are the boss for ourself. Mengelola warung kopi, berjualan siomay, dan mendirikan akademi futsal.. sambil sesekali jadi seniman karbitan menggambar Mandala. I'm happy with my self today. Meskipun sayangnya saya gak punya banyak solusi jika ada yang meminta bantuan "Help, saya di tes HIV sebagai syarat pemeriksaan kesehatan" atau "Saya pakai ARV dan di tes urin, bagaimana nih?". Semua itu ada aturannya di KEPMEN NO. KEP.68/MEN/IV/2004.. ga boleh tuh ada hal hal yang di atas sebenernya. But are you really wanna fight for yourself if it happen to you? Tentu saya ga bis abanatu banyak, but I can refer you to LBH yang bisa membantu kalian fight for it

6. Membiasakan diri 'Open Status' dengan layanan kesehatan
Hal yang juga sangat penting setelah terinfeksi HIV adalah Membiasakan diri 'Open Status' dengan layanan kesehatan. Kenapa? Karena jika tidak kita lakukan, kita menjadi orang yang sangat egois. Meskipun ada resiko layanan kesehatan akan menolak kita karena status HIV tersebut, tapi paling enggak saya menjadi lebih lega sih. Jika pada akhirnya saya mendapat penolakan, saya akan mencari jalan keluar lain dan tidak menyerah. Karena jawaban akan selalu datang pada orang yang ikhlas (tsahhh).

Beberapa pengalaman saya open status HIV dan gak bermasalah adalah saat saya menjalani operasi pengangkatan Fibroadenoma Mamae (FAM) di payudara saya. Yes its soo smooth, dokter yang menangani baik di luar RS maupun saat tindakan operasi bersama semua tim nya sangat profesional. Begitupula dengan dokter gigi yang pernah saya sambangi di kota Bandung yang sangat terbuka dengan status kesehatan saya, bahkan sang dokter meyakinkan bahwa jika semua penyedia layanan kesehatan, dokter dan tim nya menjalankan SOP tentang Universal Precaution dengan benar gak ada yang perlu dikhawatirkan jika bertemu dengan pasien yang hidup dengan HIV.

7. Memberi tahu orangtua, pasangan dan keluarga
Last point di artikel hari ini, its the hardest but the kindest thing if you do it! Situasi saya saat ini 90% keluarga besar termasuk kedua orangtua dan kakak adik tahu situasi saya, karena sembilan tahun lalu mereka lah yang mendampingi saya melalui semua masa masa paling sulit saya. Mau gak mau mereka semua harus tahu karena ya kan mereka yang ngurusin saya ya. Apakah mereka marah, sedih dan kecewa? yes ofcourse. Siapa yang gak mumet kalau tahu anak perempuannya terinfeksi HIV. But time will heal gaes.. pada awalnya ada saat mereka harus belajar berdamai dengan situasi ini, tentunya dibantu dengan kita yang mau berusaha juga untuk sehat dan menjaga pola hidup sehat.

Saya sering banget dapat cerita tentang orangtua gak tahu tentang status HIV saya. Sebetulnya saya sedih sekali, karena percayalah.. se-nyebelinnya orangtua kita, mereka adalah orang - orang yang bisa memberikan kita kekuatan saat kebanyakan orang berusaha menjatuhkan kita. TAPI, nihh ada tapinya.. jika ternyata memberitahu anggota keluarga akan menimbulkan masalah baru.. i would do same thing with you gaes, saya mungkin lebih baik tidak memberi tahu mereka demi kedamaianan hati saya. Tapi pastikan ada orang yang bisa kalian percaya untuk memberikan kalian support dan memastikan bahwa kalian gak sendirian. Okays!

***

Yeay, akhirnya selesai juga tulisan minggu ini. Semoga ada yang baca yah.. hahaha. Untuk kalian tahu, semua tulisan diatas murni berdasarkan perspektif saya sendiri, ini opini saya. Jika ada pihak pihak yang ga setuju dan punya cara serta pendapatnya sendiri, tentu tidak apa - apa. Yang terpenting adalah, teman - teman ODHA dapat selalu menjaga kesehatan lahir dan batinnya, Membahagiakan diri dan hidup sebaik mungkin setiap harinya. Terima kasih sudah sempatkan baca ya. I love you gaes!

2 komentar:

  1. Yu...

    Elu itu surat terbuka yang langka, tapi menurut gue bisa jadi kabar baik dan kekuatan untuk banyak orang.

    Ngehindarin stigma dan stereotip nggak gampang, sebab stigma dan stereotip nggak tumbuh begitu aja. Ada proses panjang yang bikin orang punya image tertentu. Punya stigma tertentu.

    Satu-satunya cara untuk "ngelawan" itu adalah dengan idup di tengah masyarakat dan nunjukin kalau stigma dan stereotip itu nggak tepat.

    Bayangan orang tentang HIV itu kan serem-serem. Film-filmnya juga serem-serem, sedih-sedih, dan tragis-tragis. Sebenernya ini cuma memperkuat stigma tentang HIV yang beredar di masyarakat.

    Gue seneng kenal elu, ketemu elu, karena elu ngasih wajah yang berbeda tentang terinfeksi HIV. Elu ibu-ibu biasa, ceria, punya keluarga, punya anak perempuan yang juga tumbuh biasa-biasa, punya suami yang seperti bapak-bapak pada umumnya, seperti ibu-ibu pada umumnya elu misuh-misuh karena bonus gelas setelah belanja maratus rebu, dan lu nggak sembunyi. Lu keluar, ngadepin dunia, dan nunjukin kalau lu nyata, bisa dipeluk, bisa disentuh.

    Lu ngeruntuhin stigma dengan cara itu. Bikin orang nggak harus nebak-nebak seperti apa rasanya idup bersama ODHA dan punya kesempatan untuk mengalami bahwa itu jauh dari menakutkan.

    Lu juga ngasih kekuatan untuk orang-orang yang terinfeksi HIV. Ngeyakinin mereka kalau matahari di luar cukup anget untuk meluk mereka.

    Feel blessed to be your friend, I really do :)

    Peluk erattttt ...

    BalasHapus
  2. Semangat menginspirasi ODHA ya mbak. Mgkn msh banyak di luaran sana yang butuh sosok sukses meski mengidap HIV. Salam kenal ya mbak :)

    BalasHapus