Rabu, 17 Juli 2019

Seks Edu, Berikan Sekarang atau Menyesal?

Ingatan saya siang tadi melesat kuat saat melihat adegan dalam film dua garis biru, tentunya adegan tersebut tidak secara gamblang dipertontonkan di film ini. 

Potongan ingatan tentang bagaimana saya sebagai anak SMA yang dilanda kasmaran akhirnya memutuskan untuk membiarkan penis kekasih yang telah tegang memasuki liang vagina. Saya membiarkan dengan sadar, atas nama cinta sebagai sepasang muda mudi yang dilanda asmara. Bedanya, saya tidak sampai hamil. Sang Kekasih rasanya sudah lebih paham tentang bagaimana agar tidak membuat sang pacarnya ini hamil. 

Yup, paragraph diatas pasti kalian pikir jorok dan ga pantas.. tapi tahukah kalian bahwa ini benar – benar terjadi dalam kehidupan saya. Dan demi menceritakan sebuah fakta serta membagikan sebuah pelajaran bermakna, gak perlu lah saya sensor kata penis dan vagina karena memang itulah namanya.

Dua Garis Biru habis – habisan menguras emosi dan air mata saya. Membuat saya marah, sedih, malu, menyesal, berfikir dan belajar. Sebagai seorang ibu dan seorang anak perempuan yang dulunya sering dibilang nakal oleh orang tua sendiri. Film ini menggambarkan kenyataan bahwa Indonesia darurat krisis edukasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Kebanyakan dari kita menolak untuk membicarakannya karena alasan takut kalau anak – anak kita malah akan berperilaku macam – macam atau menjadi tidak bertanggung jawab.

Ooh ohh, anda semua salah besar.

Dara dan Bima, adalah dua remaja berseragam putih abu yang sungguh manis, pintar, berprestasi di sekolah dan banyak kawan. Tipikal kebanyakan remaja dilanda kasmaran. Kemana – mana selalu berdua, serasa dunia milik mereka yang lain ngontrak semua. Keduanya sama sama mendapatkan kehidupan yang cukup dan tidak kekurangan meskipun tentunya dengan skala dan standard keluarga yang pasti berbeda beda. Tidak kurang dari segi kekayaan ekonomi ataupun kekayaan rohani. Sayangnya, keduanya tidak dibekali edukasi tentang seksualitas. Karena mungkin di Indonesia semua orang tidak melakukan itu, tabu katanya!

Hal tersebut mengakibatkan keduanya terlena dan lupa akan resiko resiko yang terjadi jika akhirnya mereka berhubungan seksual tanpa tanggung jawab. Hamil atau bahkan terinfeksi HIV seperti saya bisa saja terjadi. Bedanya Dara kemudian hamil karena keduanya tidak aware dengan resiko kehamilan.. kalau saya kemudian terinfeksi HIV karena aware dengan kehamilan tapi tidak aware dengan resiko infeksi menular seksual.

Dua Garis Biru tidak hanya bicara soal resiko kehamilan. Dan jika akhirnya kehamilan terjadi pada dua anak remaja seperti Dara dan Bima, itu semua bukan salah mereka. Bukan juga salah orang tuanya atau salah sekolahnya.

Ini kesalahan semua!

Karena memang ngomongin seksualitas sama anak ya SUSAH banget! Astagaaa Kenapa susah? Karena emang ga dibiasakan.. ga ada ilmunya.. ga ada yang ngajarin. Mungkin itu juga yang akhirnya “terpaksa” tidak dilakukan sama ibu bapak saya dulu. Kita terlalu takut untuk menyampaikan ilmu yang pasti akan berguna oleh anak – anak kita dalam rangka menjaga dirinya.

Saya ingat betul bagaimana dulu beberapa teman angkatan saya di SMP cerita dengan bangga dan bahagia kalau mereka dicium oleh sang pacar di bibir atau di pipi. Bagaimana mereka kemudian dicupang, yaitu dikenyot bagian tubuhnya hingga meninggalkan bekas memerah. Sayangnya rasa penasaran ini gak bisa saya luapkan kepada kedua orang tua karena mereka akan murka dan marah besar. Boro-boro punya keberanian untuk bertanya soal ciuman, nulis Ayu love Amir di bagian belakang buku tulis aja saya dibentak – bentak sama mama atau saat ada adegan ciuman pada film mata saya langsung ditutup dengan alasan jorok!

Padahal di luar pemantauan kedua orang tua, itu bisa saja terjadi pada kita

Dua Garis Biru juga memberi gambaran bahwa nikah itu tidak bisa hanya bermodal uang atau cinta. Ini bukan lagi soal lebih baik nikah daripada zinah. Nikah itu bukan hanya butuh kesiapan lahir batin seseorang.. saya sampe speechless nulis ini. 

Di usia yang hampir 33 tahun dan sudah dua kali menikah… nyatanya keduanya sama tidak mudahnya. Sudah menikah saja, mau punya anak tetap harus disiapkan secara matang. Karena bikin anak itu gampang… ngelahirin tidak mudah memang.. tapi membesarkan merawat menjaga membimbing sang anak itu SUSAHNYA ya Ampun! 

Jadi sekali lagi, nikah itu bukan cuma soal uang, cinta, tidak zinah, menjaga aib.. atau bahkan menjaga ahlak. Seseorang yang merasa mampu menikah, harusnya sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Baru kemudian memutuskan untuk memasukan orang lain dalam hidupnya… atau bahkan melahirkan seseorang yang baru dalam hidupnya. Sebaiknya ya.. yang digalakkan bukan gerakan nikah muda dong... sebaiknya bagaimana kita sebagai orang muda tahu bagaimana menjaga atau merawat diri, bertanggung jawab atas diri sendiri terlebih dulu. Jangan sibuk diajarin menikah dan menjaga kehormatan orang lain.

udah mulai emosyonall.. maap

Sedikit tulisan saya di artikel ini ga akan cukup buat ngeluapin perasaan saya bahwa film Dua Garis Biru perlu diputar di seluruh kecamatan.. kelurahan.. di RT.. RW.. sekolah.. supaya semua keganggu dan akhirnya ikut merasakan pentingnya edukasi seks ini dan bukan lagi soal main mainan.

Setelah Dua Garis Biru, Saya membulatkan tekad untuk membicarakan banyak hal sama Malika. Menceritakan dengan detail bagaimana umi dan abinya “dulu” menjadi sepasang muda mudi yang dibenci kedua orang tua karena memutuskan untuk melakukan apa yang kami yakini untuk bahagia. Kami bahagia tanpa bimbingan dan ruang untuk bercerita tentang perasaan serta apa yang terjadi dalam hidup kami. HIV kemudian menjadi bagian terbesar dalam hidup ini setelahnya. I want to fix it. I really want to fix it for her. Saya gak mau, dia seperti saya. Saya ingin Malika memahami persoalan yang berkaitan dengan tubuhnya, saya ingin dia terpenuhi kebutuhannya akan informasi kesehatan seksual dan reproduksi.

Kami
Berhubungan seks di usia 17 tahun
Menikah di usia 19 tahun
Hamil 7 bulan setelah menikah
Menjadi Ibu di usia 20 tahun
Mengetahui terinfeksi HIV dan kehilangan suami di usia 22 tahun

I am not proud, I am regret.. But this is a reminder for my self, today

So if you have more time.. if you love your kids.. if you want to learn more.. please watch this movie. Ajak pasanganmu dan anak – anakmu (yang tentunya di atas usia 13th). Jangan khawatir, spoiler dari saya cuma satu… ga akan ada adegan hubungan seksual. Just watch it wisely, don’t judgement and don’t forget to bring tissue.

Sebagai penutup tulisan ini, menjadi orang tua dan anak adalah proses belajar seumur hidup, jadi jangan saling menyalahkan ya. Saya juga tidak pernah lagi menyesali bahwa salah satu dampak ketidaktahuan saya tentang seks ed adalah terinfeksi HIV dan kehilangan suami. 10 tahun sudah. Kini saya menjadikan HIV sebagai pengingat bahwa dalam hidup no more taboo, no more lies and hide. Bicarakan dengan bijak dengan anak dan anggota keluarga tentang hal hal yang sangat penting bagi hidup seperti soal kesehatan seksual dan reproduksi.

thankyou so much.. nuhun.. Hope you enjoy this articles ya!

BIG HUG!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar