Selasa, 26 Februari 2013

Perempuan, HIV dan Street Soccer

Apa yang terjadi saat sekumpulan perempuan terinfeksi HIV, yang sehari hari mengurus anak, mengurus rumah, sebulan sekali kontrol ke dokter dan mengambil jatah obat ARV nya untuk sebulan, terkadang sambil bekerja dan mengurus suami dan keluarga.. Kini berdiri di lapangan Street soccer dengan peluh dan semangat berlari menendang bola.

Indonesia, Negara dengan mayoritas masyarakat yang masih menjunjung tinggi budaya Patriarki, mungkin tidak akan membiarkan istri istri atau anak anak perempuan mereka untuk bermain sepak bola. Jangankan sepak bola. keluar malam hari, bekerja berat, atau mengerjakan hal hal yang tidak biasa dilakukan oleh Perempuan. akan menimbulkan cibiran, atau akan meluncur kata kata berupa omelan kepada perempuan untuk tetap dirumah dan mengurus pekerjaan rumah tangga. 

Bagaimana bila perempuan yang sudah sangat di nomor dua kan tersebut, ternyata terinfeksi HIV. Virus yang sangat ditakuti masyarakat dan dianggap menjijikan itu. perempuan terinfeksi HIV karena memiliki pasangan yang beresiko terinfeksi, ataupun perempuan itu sendiri yang memang memiliki resiko. apapun itu, bila HIV dan perempuan.. Maka otomatis masyarakat akan menjauh. Semakin membicarakan dan menyalahkan perempuan dengan sejuta pernyataan yang menyudutkan tentang kenapa mereka akhirnya hidup dengan HIV dalam tubuh mereka.

Pagi harinya mereka bekerja. ada yang menjadi pendamping di rumah sakit, ada yang bekerja di balik komputer jinjingnya, ada juga yang sibuk dengan setumpuk pekerjaan rumah tangga sambil menggendong anak yang menangis. tiba pukul 9, alarm di telpon genggam mereka berbunyi dan segala aktifitas terhenti untuk minum obat yang sudah mereka lakoni bertahun tahun setelah hidup dengan HIV. dan sore harinya setelah semua pekerjaan dan aktifitas selesai. para bayi akan dititip pada suami dan nenek kakeknya untuk kemudian berangkat ke lapangan dan bermain street soccer.

Dengan dipimpin seorang pelatih, Mereka memulai sesi latihan dengan doa dan dilanjutkan dengan  pemanasan mulai dari ujung kepala hingga tangan dan kaki, agar tidak cedera saat permainan berlangsung. Latihan yang biasa dilakukan oleh teman teman perempuan mulai dari latihan Passing, mengontrol bola dan menggiring, menggocek dan latihan lainnya yang saya kurang familiar dengan istilah istilahnya. Latihan biasa diakhiri dengan pertandingan 4 lawan 4. Dengan peluh yang sudah bercucuran, Mereka tetap berlari dan berusaha menjebol gawang lawan. berusaha merebut bola atau merebut bola dari tim lawan. sampai salah satu dari tim kebobolan gawangnya, akan terdengar teriakan teriakan bahagia karena berhasil mencetak skor. Dan mereka terus berlari tanpa pernah ingat, bahwa HIV bisa menjadi penghalang mereka. tapi para perempuan ini membuktikan, bahwa HIV memang ada dalam tubuh mereka, namun kekuatan hati dan pikiran untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat mengalahkan segala ketakutan.

Para perempuan ini akan bertanding dalam ajang League Of Change di Bandung 9 - 12 Maret 2013 mendatang. Pertandingan Liga perubahan yang di motori oleh Rumah Cemara ini, memiliki harapan besar untuk menghilangkan segala bentuk Stigma dan Diskriminasi kepada para pecandu, orang orang Miskin Kota dan Orang yang hidup dengan HIV (ODHA) baik laki laki, perempuan maupun waria. Kegiatan yang sudah dilangsungkan selama beberapa tahun belakangan ini menjadi inspirasi bagi para perempuan hebat ini untuk juga berpartisipasi.

Dengan segala keterbatasan, mereka berusaha membagi waktu untuk tetap bertanggung jawab dengan segala tugas dan perannya sebagai ibu, sebagai perempuan, dan sebagai bagian dari masyarakat. HIV tidak lagi menjadi penghalang, melainkan kekuatan baru untuk hidup lebih baik. "karena bisa saja.. Cahaya datang dari tempat paling gelap.."

1 komentar: