Jumat, 16 September 2016

Cinta Sang Larasati (5)

Lara ingat, percakapan terakhirnya saat dia masih berada di Washington Dc. Lara sedang menunggu jemputan yang akan mengantarnya ke bandara. Jadwal penerbangan yang masih sangat lama dari waktu check out, sekitar 5 atau 6 jam. Biasanya Lara berkeliling kota untuk membunuh waktu, tapi hari itu Lara memilih untuk menghubunginya. Dan itu merupakan percakapan terakhir mereka, dia bahkan lupa apa saja yang dibicarakannya. 

Andai Aria tahu, bahwa pandangan matanya tidak akan pernah Lara lupa. Mata cokelat yang menatapnya dalam setiap mereka bertemu dan bercerita. Andai Aria tahu, Lara tidak pernah lupa akan lengan hangat yang selalu menggengam tanganya saat menyebrang jalan. Andai Aria tahu, Lara akan selalu mengingatnya setiap menyesap aroma kopi. Lara akan selalu ingat malam-malam dimana Aria lah pria yang mendekapnya dan mencumbunya hingga dia tertidur. Namun Lara tidak ingin ingat, bahwa sepulangnya dari Washington, Lara hanya ingin menutup bukunya dan melupakan Aria. Lara tidak ingin menyakitinya.

cerita sebelumnya : Cinta Sang Larasati (4)

***

Aria berulang kali memencet tombol hijau panggilan di telfon genggamnya, tapi diujung saluran Larasati membiarkan layar telfonnya menunjukan nama Aria tanpa menerima panggilan tersebut.

"Gila, keras kepala banget cewek ini! Kenapa sih dia gak mau kasih gue kesempatan lagi?"

Aria uring - uringan tidak karuan di kamar kost-nya, sudah beberapa hari ini dia tidak makan malam. Sibuk memandangi wajah Lara dalam selembar foto yang diam - diam dicetaknya, disimpannya didalam salah satu buku  koleksinya. Dia menginginkan jawaban dari perempuan ini. Jawaban atas menghilangnya dia beberapa tahun lalu, sepulangnya dari Washington Dc. 

Lara tidak pernah tahu kondisi Aria setelah ditinggalkannya. Semua perempuan yang dijumpainya adalah bayang - bayang Lara. Saat dia melihat setitik kesamaan seorang perempuan pada Lara, Aria langsung mendekati perempuan tersebut. Sudah bisa ditebak sih, semua hubungan itu akan berakhir dengan perpisahan. Karena pada akhirnya, perempuan - perempuan itu bukan Lara.

***

Hari ini Lara bangun siang. Matanya sembab karena menangis. Dia tidak akan pergi kemana - mana, dia tidak akan menjawab telfon, membalas email, dan tidak akan membuka pintu ataupun horden jendelanya. Dia tidak ingin membiarkan cahaya matahari menamparnya, dan memaksanya untuk bangkit. Sang mentari seperti ibu, tidak pernah menyerah untuk membangunkan Lara di pagi hari.

Semalaman Lara menangisi kebodohannya. Satu kebodohan yang dia sadari sepenuhnya bahwa sejak hari itu dia meninggalkan Aria. Dia tidak pernah berhenti mencintai pria itu sampai akhirnya mereka bertemu lagi. Dan Lara sadar, kebodohannya membuatnya menyesal. Aria kini telah bersama perempuan lain, dan Lara terlalu angkuh untuk mengakui cintanya.

Panggilan masuk dengan label nama Aria Sena tidak berhenti sejak kemarin, hingga pagi ini sudah 50x lebih. Begitu pula pesan singkat yang Aria kirimkan, semua isinya sama.

From 'Aria Sena' 22.30 : Bisakah kita bertemu, saya ingin minta maaf.
From 'Aria Sena' 23.46 : Lara, saya janji tidak akan membahas apapun tentang kita. Tapi tolong maafkan saya.

Lara rasanya ingin bilang pada Aria, bahwa dia tidak bersalah. Bahwa dia berhak mendapatkan hidup yang lebih baik. Bahwa Aria bisa mendapatkan cinta yang jauh lebih baik dari dirinya. Tapi dia tidak sanggup, Lara terlalu takut mengatakan itu. Dan Lara kini larut dalam rasa bersalahnya, dan semakin tenggelam dalam cintanya yang tak pernah disampaikannya.


***

Dewa Asmara sadar bahwa dia menembakan panah cinta terbaiknya pada kedua orang yang telah saling cinta. Bahwa panah terbaiknya pun ternyata tidak sesakti yang dipikirkannya, dia harus melapor pada divisi pembuatan panah bahwa ada komponen yang harus diperbaiki. Dia sedang memutar otak dan kembali memikirkan cara terbaik, untuk menyatukan Aria dan Larasati, tanpa melukai orang lain.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar