Selasa, 10 Januari 2017

Selamat Jalan Sahabatku Eka Cuming

Saya, Merry dan Eka sekitar tahun 2012 (Doc. Pribadi)
Gemerlap dan kemeriahan langit di akhir tahun 2016, seketika tertutup kabut saat Shanty menelfonku melalui video call, yang tengah berada di tengah keramaian jalan Asia Afrika, Bandung. Sudah dua minggu ini, setiap kali Shanty menghubungiku, rasa was-was langsung hadir. Itu semua karena sahabat kami Eka sedang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, dia dirawat karena infeksi pencernaan dan Tubercolosis Multi Drug Resistance di Paru - paru. Mie ayam bakso yang tengah kami kunyah malam itu, langsung hilang tidak terasa di lidahku. Kehadiran Walikota Bandung di tengah - tengah kami pun, seketika lenyap seperti asap. Malam itu aku hanya ingin pulang kerumah, Shanty mengatakan bahwa Eka kritis, nafasnya satu - satu dan sudah dipasangi oksigen ekstra untuk membantunya bernafas, kondisinya semakin lemah. Sepanjang perjalanan pulang, diantara riuh klakson kendaraan yang memadati jalan, suara terompet yang ditiup silih berganti.. aku menangis.. berdoa semoga Eka bisa bertahan. 

Keesokan harinya, hari pertama di tahun 2017 saya dan Malika berangkat ke Pamulang menggunakan travel. Tujuan kami rumah ibu saya. Saya sudah merencanakan, setelah tiba di rumah mama untuk mengantar Malika, saya akan segera menuju RSCM untuk melihat Eka yang kondisinya sudah kritis tersebut. Tapi yang saya rencanakan tersebut berubah karena kondisi kehamilan saya. Perjalanan Bandung - Pamulang yang menempuh waktu kurang lebih 5 jam tersebut membuat tulang pinggul dan punggung saya kram, sehingga saya ketiduran karena kelelahan. Dan saya terbangun oleh suara dering telfon dari Shanty. Saya menarik nafas panjang sebelum memencet tombol menjawab. Lalu saya hanya mendengar suara Shanty, dan berkali - kali dia menyebut nama Eka.. Eka. Dia sudah pulang yu, Eka sudah kembali padaNya.

***

Di seknas IPPI, saat melakukan review pedoman PPIA
Eka berbaju biru, memaksa hadir walau kondisi tidak fit.
Tulisan ini dibuat setelah saya jauh lebih tenang, 9 hari setelah kepergian Eka. Menulis 2 paragraf pertama saja, saya masih menangis, Dasar cengeng, padahal sengaja menulis jauh - jauh hari supaya tidak lagi berderaian air mata. Tapi hati tidak pernah berbohong, Eka memiliki ruang yang sangat manis dalam kehidupan saya 6 tahun terakhir ini.

Sekitar tahun 2010 saya baru pulih dari keterpurukan akibat mengetahui kondisi HIV, kehilangan suami, memulai terapi Antiretroviral. Kehidupan baru di Rumah sakit Fatmawati, membuat hidup saya jauh lebih berwarna karena setiap harinya saya akan berjumpa dengan begitu banyak teman baru. Mereka bukan teman - teman baru dalam suka, yang berpesta, berbagi ceria atau tawa. Melainkan kepedihan, rasa sakit akibat kehilangan, rasa sakit fisik karena kondisi kesehatan yang menurun. Pertemuan dengan begitu banyak kawan tersebut membuat saya memiliki energi baru. Dimana saya bisa mendedikasikan diri dan hidup saya untuk lebih banyak mendengarkan orang lain, berbagi semangat dan pelukan. Biasanya dalam dua sampai tiga kali perjumpaan, saya akan menemui senyum senyum dan pelukan hangat dari mereka serta keluarganya yang merasa jauh lebih baik, dan belajar menerima kondisi HIV dalam kehidupan mereka.

Eka tepat di samping Febby, she look so beautiful <3
Eka adalah salah seorang perempuan tangguh yang saya temui di tahun 2010. Dalam kondisi yang tidak mudah, kehilangan suami dan kondisi fisik drop serta anak yang juga sakit, dia bertahan hingga sore hari menunggu dokter dan racikan obat. Disitulah pertemuan pertama kami. Saya tidak pernah menyangka bahwa kami akan terus bersahabat di hari kemudian. Ketangguhannya dibuktikan dengan merawat dirinya dan anaknya seorang diri. Menjadi orangtua tunggal, mencari nafkah dan membesarkan anak dengan tangannya sendiri. Setelah pulih beberapa tahun kemudian, Eka pun mendedikasikan hidupnya untuk membantu lebih banyak sahabat yang terinfeksi HIV. Dan perjuangannya untuk membantu orang lain, tak dapat dihitung oleh waktu dan materi. She is an extraordinary woman. She deserve so many appreciation because of her loyalty of helping people, tapi Eka bukan orang yang seperti itu. Dia bahkan tidak pernah menyebut semua kebaikan - kebaikan yang telah dilakukannya.

Merry, saya dan Eka setelah acara "Ayo Peluk ODHA"
di Car Free Day Sudirman th 2014.
Eka selalu ada dalam setiap kesempatan. Jauh sebelum saya pindah ke Bandung, kami sering menghabiskan begitu banyak waktu bersama. Mendampingi ODHA, melakukan upaya - upaya advokasi dalam program penanggulangan HIV AIDS, sekedar menonton bioskop, atau nongkrong di tempat makan pinggir jalan bersama teman - teman. Kami memiliki tim street soccer perempuan di Jakarta, dulu kami rutin berlatih seminggu sekali. Eka juga hadir dalam pernikahan kedua saya, dia banyak membantu prosesnya dan tentunya mendampingi saya untuk menghilangkan rasa gugup serta ikut berbahagia bersama kami. Saya tidak memiliki banyak foto bersama Eka, entah mengapa. Hanya beberapa foto bersamanya, namun tidak menghilangkan dirinya dalam kehidupan saya.


Mengantarkan cuming ke rumah abadinya :'
Kesedihan karena tidak bisa ada di sisinya saat dia sakit selama sebulan terakhir di RSCM mungkin tidak akan hilang. Tapi saya sadar bahwa hidup harus terus berjalan. Eka telah memberi banyak warna dalam kehidupan saya, dan banyak orang tentunya. Kepergiannya merupakan keputusan terbaik dan Hak Tuhan. Kini dia tidak lagi sakit, kini Eka tidur panjang dan beristirahat dengan tenang. Hari ini dan seterusnya, saya ingin mengenang Eka sebagai sosok yang luar biasa. Sebagai seseorang yang ceria, yang selalu menjadi bumbu manis dalam setiap pertemuan kami. Dia selalu merangsang gelak tawa diantara kami semua, dia adalah penyemangat dan motivator bagi kami. Meskipun waktu yang kami miliki tidak banyak, namun 5 tahun merupakan waktu yang sangat berharga.

Selamat jalan ming, I dont have any words to say. I'm glad that God introduce you to me, I'm proud to have you in my life! Allahuma Firlahu Warhamhu Waafihi wafuanhu, Alfatihah Eka Dwi Listriawati, My Fellow Libra!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar