Senin, 02 Maret 2015

#Selftalk Hidup dengan HIV, Belajar Mengalahkan diri sendiri

source : google.com
Siapa yang pernah tahu, bagaimanakah hidup kita di hari esok? Bagaimana kebahagiaan dapat kita raih? Seperti apa kebahagiaan itu? Apakah cita cita kita akan sepenuhnya terwujud-pun tidak ada yang dapat memastikan. Meskipun kita telah menempuh pendidikan tinggi di universitas terbaik, kita tidak pernah tahu, apa yang Tuhan rencanakan untuk hidup ini. Yang paling pasti adalah, kita harus terus berusaha mengejar impian kita, mengalahkan rasa takut dalam diri sendiri serta berdamai dengan diri sendiri jika semua tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. 

Tahun ini, 2015, merupakan tahun ke-6 saya hidup dengan HIV. Beberapa orang mungkin tidak seberuntung saya, memiliki keluarga yang senantiasa mendukung dan memberikan tempat terbaik bagi saya dalam situasi apapun. Teman ODHA lainnya, mungkin tidak mendapatkan ruang ruang yang semestinya dia dapatkan, tidak dapat melanjutkan pendidikan karena alasan kesehatan, tidak dapat bekerja karena stigma dan diskriminasi yang masih sangat kental diruang ruang penyedia kerja. Bahkan untuk muncul di masyarakat dan dengan lantang menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang yang hidup dengan HIV, sudah tentu bukan hal yang mudah. Meskipun ARV (Anti Retroviral) yang sudah dengan mudah didapat, dan terbukti dapat memulihkan kondisi kesehatan ODHA. Tetap tidak mudah bagi banyak teman dan sahabat saya yang hidup dengan HIV.

Sejak 2009, saya memutuskan untuk bangkit dari keterpurukan dan kesedihan dalam hidup. Saya berfikir, ini tidak dapat dibiarkan berlarut larut. Saya harus dapat mengalahkan ketakutan yang ada pada diri saya. Hingga perjalanan itupun dimulai. Saya mulai bergabung dengan kelompok dukungan sebaya Wijaya Kusuma dan belajar lebih banyak tentang apa itu HIV. Saya berusaha mencari tahu, dan banyak bertanya, apa yang saya harus lakukan, saat saya hidup dengan HIV. Tentunya itu bukan proses yang mudah. Seperti pergulatan yang panjang mengalahkan rasa takut akan kehidupan.dalam kelompok, saya mendapatkan banyak hal. bukan hanya informasi. Tapi dukungan, motivasi, persahabatan, kasih sayang serta ruang untuk saya merasakan sebuah kehidupan, bahwa saya ada. Melalui kelompok dukungan, saya juga kemudian mulai belajar untuk berbagi. Bahwa kesedihan yang kita miliki, ketakutan yang menghantui hidup kita, akan sirna saat kita dapat membaginya, dan merubahnya menjadi kekuatan. Saya mulai bekerja dan aktif menjadi teman sebaya di rumah sakit serta puskesmas yang menyediakan layanan HIV AIDS di wilayah Jakarta Selatan. 2 tahun lamanya, saya memberikan penyuluhan, motibasi serta semangat bagi mereka yang hidup dengan HIV, keluarga, pasangan, serta lingkungan. walau peluh membasahi karena saya harus wara wiri dan mondar mandir dari satu tempat ke tempat yang lain, namun setiap orang yang saya temui, selalu memberikan saya kekuatan dan semangat baru.

Tahun 2011, saya mengenal Ikatan Perempuan Positif Indonesia. Sebuah Organisasi Perempuan yang hidup dan terdampak HIV yang memiliki anggota tersebar di seluruh belahan Indonesia. Dengan IPPI, saya belajar memaknai 'siapa saya' dan hendak kemana kaki ini melangkah. Saya yang haus akan encarian kembali makna hidup, tersadar akan banyak hal. Tentang toleransi, tenggang rasa, tentang kesetaraan, tentang keadilan, tentang perempuan yang hidup dengan HIV yang harus tetap hidup, meski virus ada dalam tubuh kita. Hingga kini, mata hati dan pikiran saya terbuka, bahwa walaupun saya perempuan dengan HIV, saya bukanlah sebuah 'Hanya', namun saya adalah perempuan yang kuat dan mau berusaha untuk meraih kebahagiaan saya. Melalui IPPI, saya kemudian banyak berkenalan dengan jejaring organisasi lain yang juga fokus kepada issue HIV baik di dalam maupun luar negeri. Saya mulai tahu dimana fokus saya. Saya mulai aktif menyuarakan isu HIV pada perempuan, orang muda dan anak.

Pertemuan dengan Indonesia AIDS Coalition, serta ODHA Berhak Sehat melengkapi hidup saya. IAC dan OBS membangkitkan hidup saya yang selama 4 tahun kebelakang sedikit datar, walaupun mulai ada perubahan secara signifikan. Team ini, memberikan ruang bagi saya untuk mengekslplorasi 'apa yang saya dapat lakukan untuk kebaikan orang banyak'maka kemudian saya mulai menyadari minat dan kesukaan saya, yakni berbaur dengan masyarakat, berbicara, mengeksplorasi, membaca dan tentunya menulis. Saya kemudian memutuskan untuk aktif menghandle movement ODHA Berhak Sehat, melalui akun social media, kegiatan online dan offline. Dari sana 'saya bukan hanya melakukan sesuatu' saya mendapatkan energi energi positif baru melalui setiap perjalan dan perkenalan saya dengan banyak sekali orang. Saya merasa lebih dari hidup, saya merasa ada. Hal yang lagi lagi masih menjadi tantangan bagi teman ODHA di seluruh dunia.

Menutup tulisan saya. Hidup dengan HIV, dengan segala proses kesedihan, kesakitan, pencarian semangat, mencari ruang, dan menghidupkan kembali diri sendiri, adalah anugerah bagi saya. Miris mendengarnya memang, tapi saya bersyukur atas apa yang Tuhan berikan pada saya. Saya akan memperbaiki hal hal yang pernah saya rusak, saya akan mengobati yang pernah saya lukai, saya akan berusaha menjadi lebih baik lagi. Kehadiran Malika dan suami saya, melengkapi semuanya. Ditambah lagi doa, ridho serta kasih sayang orangtua seperti nafas yang mengiringi langkah kaki ini.

Semoga lebih banyak saudara saudaraku yang hidup dengan HIV dapat belajar mengalahkan rasa takut yang ada pada diri sendiri, dan menikmati hidup dengan penuh syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar