Senin, 30 Maret 2015

Hubungan Tenaga Medis & Pasien Mendorong Keberhasilan Pengobatan

source :
www.pomgen.gov.pg
Pada Sabtu, 28 Maret 2015 lalu, dilaksanakan simposium Hari Tuberculosis sedunia yang diperingati di Jakarta. Kegiatan ini, merupakan puncak dari rangkaian kegiatan nasional yang diselenggarakan oleh Sub Direktorat Tuberculosis. Selain dihadiri oleh Ibu Menteri Kesehatan, kegiatan yang diadakan di Ritz Carlton Hotel Kuningan Jakarta ini, dibanjiri seribu lima ratus orang yang berasal dari beragam sektor, mulai dari donor donor asing, organisasi yang bergerak di isu Tuberculosis, dan tentunya para petugas layanan kesehatan yakni dokter, dan suster. Ikut meramaikan kegiatan ini, hadir pula rekan rekan Blogger #SahabatJKN yang mementaskan sebuah pertunjukan puisi yang sangat luar biasa dibawakan oleh mereka, dengan kata kata penuh makna yang menggambarkan kekuatan untuk sembuh dari seorang pasien dengan Tuberculosis.

***

Saya Berangkat dari Bandung pagi pagi sekali. Pukul 5, menggunakan travel antar kota yang sudah biasa mengantar saya bolak balik Jakarta Bandung. Langit Bandung masih sangat gelap, dan tentu, udaranya masih sangat dingin. Salah satu hal yang saya suka dari Bandung. Di Kota ini, udaranya masih sangat bersih, dan sangat baik untuk menjadi tempat kami tinggal. Perjalanan Bandung - Jakarta saat itu memakan waktu yang tidak lama, hanya 2,5 jam saja. Sehingga saya bisa tiba di Ritz Carlton, tepat pukul 7, dan mengikuti prosesi pembukaan kegiatan, dan tentunya menyaksikan pembacaan puisi yang dibacakan oleh teman teman Blogger yang dipimpin oleh Mbak Elisa Koraag. Tepat Pukul 11, Saya bergegas menuju Ballroom 3, ruang dimana sesi saya bertugas. Setelah kegiatan utama yakni pembukaan, maka kegiatan selanjutnya adalah dibagi menjadi beberapa satelit, yang sesinya sangat menarik, diantaranya mengenai Tuberculosis Multi Drug Resistance (TB MDR), TB pada anak, beberapa sesi satelit mengenai Riset riset Tuberculosis, dan sesi yang akan saya hadiri adalah sesi satelit mengenai TB HIV.

Bersama dr. Kemy Ampera, dari FHI Jawa Timur dan dr. Anna Uyainah ZN, Sp.PD-KP dari RSCM, kami bertiga dipasangkan untuk menyajikan informasi mengenai persoalan Tuberculosis dan HIV. Tentunya kegiatan ini berupa talkshow interaktif yang di moderasi oleh seorang yang juga merupakan dokter ahli penyakit dalam, dr. Zulkifli Amin Sp.PD. Selama satu jam, kami diberikan kesempatan untuk memberikan informasi informasi penting. Dimana dr. Kemy membagikan info tentang betapa pentingnya peran dokter dalam keberhasilan pengobatan, khususnya persoalan komunikasi efektif pada pasien TB HIV. Sedangkan dr.Anna, memberikan paparan mengenai Diagnosis  dan pengobatan TB terkini.

Menjahit paparan penting dari kedua dokter tersebut. Saya menceritakan tentang pengalaman saya selama 6 tahun hidup dengan HIV, pengalaman memiliki Tuberculosis di tahun 2009. Betapa obat obatan yang saya minum memberikan keberhasilan yang sangat signifikan pada pemulihan kesehatan saya sebagai seorang pasien yang memiliki kekebalan tubuh lemah karena HIV. namun keberhasilan keberhasilan tersebut tidak lantas selesai disana, banyak sekali persoalan yang saya hadapi dalam perjalanan menyembuhkan Tuberculosis dan pemulihan kondisi HIV saya.

Saya kemudian teringat pada cerita cerita yang telah lama saya simpan. Bahwa Hubungan Dokter - Pasien Mendorong Keberhasilan Pengobatan Pasien TB dengan HIV. Ada beberapa tantangan besar yang saya hadapi saat itu, dan (mungkin) juga dihadapi oleh begitu banyak sahabat sahabat yang hidup dengan HIV dan TB. Pertama adalah persoalan letak geografis. Banyak sekali teman2 ODHA yang rela mengakses layanan kesehatan yang jauh, dikarenakan mereka tidak mau kerabat, keluarga dan orang orang disekitar mereka mengetahui bahwa mereka hidup dengan HIV. Atau, persoalan lainnya, jika pun mereka tidak masalah dengan persoalan tersebut, keterbatasan layanan kesehatan di daerah mereka, mengharuskan mereka menempuh perjalanan jauh, untuk menjangkau tempat kesehatan yang menyediakan layanan untuk TB dan HIV dalam satu paket. Saya yang pada tahun 2009, bertempat tinggal di wilayah Pamulang (Tangerang Selatan), terpaksa saya mengakses layanan yang paling dekat di RSUP Fatmawati yang terletak di Jakarta Selatan. Dengan waktu tempuh 2 jam (plus kemacetan).

Persoalan Kedua yang Saya rasakan adalah Persoalan Biaya biaya yang harus ditanggung, dalam menjalani pengobatan. Biasanya, seseorang yang HIV Positif, saat mengetahui diagnosa tersebut diawal, akan menjalani serangkaian pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menentukan, apakah ada infeksi penyerta lainnya di dalam tubuh, yang harus diobati sebelum menjalani terapi ARV (Th.2009, terapi ARV tidak dapat diberikan jika CD4, masih diatas angka 350). Apalagi jika sang pasien HIV, memiliki riwayat pasangan atau perilaku yang akan mendorong ada kecenderungan memiliki penyakit penyakit seperti Tuberculosis, pneumonia, Toksoplasma, Hepatitis C, dan lain sebagainya. tentunya bukan hanya pemeriksaan darah, melainkan pemeriksaan lain seperti khususnya untuk TB, ada pemeriksaan Rontgen Paru, Test Mantouk, dan Tes Dahak. belum lagi pemeriksaan CD4 dan Viral Load yang juga akan dilaksanakan di awal saat mengetahui status. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disamping itu, pada 2009, belum ada akses Jaminan Kesehatan Nasional yang dapat sedikit meringankan beban pasien. Meskipun ada Jaminan Kesehatan daerah, atau Asuransi Swasta, tetap semuanya tidak dapat mengcover biaya pemeriksaan CD4 dan Viral Load.



Persoalan ketiga yang begitu penting adalah Komunikasi antara Penyedia layanan kesehatan dan pasien. Saya menyadari betul, bahwa peran dokter menjadi sangat penting dalam menentukan keberhasilan pengobatan, walau tentunya, kembali lagi kepada pasien itu sendiri, apakah dia mau untuk sembuh, apakah sang pasien memiliki niat untuk menjalani pengobatan. Saya teringat kisah saya di tahun 2009. Tidak lama setelah mengetahui status HIV, dan sedang dalam masa masa menikmati pemeriksaan pemeriksaan yang jumlahnya sangat banyak. Saya diharuskan untuk menjalani test Mantouk. Saat sang suster membaca status kesehatan saya yang sudah diberi kode B20.  beliau langsung menggunakan 3 rangkap hand scoon (Sarung tangan karet). Entah kenapa harus 3? Apakah Universal precaution yang ditetapkan secara international mengharuskan petugas layanan kesehatan menggunakan 3 sarung tangan, saat memeriksa pasien HIV. Tapi tentunya saat itu saya tidak mempermasalahkan hal tersebut. yang saya persoalkan adalah mengenai, kata kata yang kemudian terlontar saat ibu tersebut memeriksa saya. "Jangan menikah lagi ya mbak, mbak hanya akan menularkan virus kepada orang lain." detik itu rasanya saya ingin mencakar muka sang petugas, namun saya menahan diri. Saya membutuhkan dia untuk menyelesaikan tugasnya dengan tuntas. Itu adalah kejadian 6 tahun silam, dimana, kesabaran saya, mengantar pada keberhasilan pengobatan. namun dapatkah anda bayangkan jika, pasien lain, diperlakukan hal yang sama. (Mungkin) Pasien tersebut tidak akan kembali lagi ke rumah sakit tersebut. Tapi, tahun demi tahun berlalu, sebelum saya memutuskan untuk pindah ke Bandung, saya melihat perbaikan perbaikan di layanan kesehatan tersebut. Semoga gak ada lagi petugas petugas kesehatan yang berkata sembarangan ya :)

source : google.com

Hal lain yang masih terkait dengan Komunikasi antara Penyedia layanan kesehatan dan pasien. Pentingnya intonasi saat berbicara, memanfaatkan waktu konsultasi dengan sebaik mungkin, menyampaikan seluruh informasi dengan jelas dan padat, kemudian melibatkan pasien untuk aktif dalam proses konsultasi. Hal ini saya rasakan, selama 5 tahun berada di RSUP Fatmawati, dimana para dokter (Konselor HIV dan dokter yang menangani persoalan Tuberculosis) saya, melakukan kesemuanya. Sehingga, walaupun masih ada kekurangan di bagian lain seperti distribusi obat (silahkan baca disini), saya masih bertahan di RS tersebut hingga tahun ke-5, karena saya menghargai kerja keras para dokter yang membantu proses pemulihan kesehatan saya, yang melibatkan saya sebagai pasien untuk berperan aktif dan memiliki tanggung jawab atas pengobatan yang saya jalani.

Maret 2015, merupakan tahun ke-6 saya hidup dengan HIV. Tuberculosis saya sudah dinyatakan sembuh oleh dokter, berkat pengobatan intensif yang saya jalani. Saat ini, Menjaga kesehatan sudah menjadi nama tengah saya, belajar dari pengalaman selama 6 tahun. bahwa sehat, bukan hanya mahal harganya, namun nikmat rasanya jika kita menjaga sang empu atau tubuh ini dengan baik. Beberapa saat sebelum kegiatan ini diadakan, Saya mendapat sebuah pesan dari seorang teman yang kebetulan menjadi bagian dari kegiatan ini. Yang menanyakan apakah saya bersedia untuk memberikan cerita saya, sebagai seorang pasien HIV yang pernah mengidap Tuberculosis. Dan tanpa berfikir lama, saya menjawab ya. karena menurut saya penting untuk membagi lebih banyak cerita ke lebih banyak orang, mengenai persoalan persoalan kesehatan yang kita alami. bukan untuk memelas dikasihani, namun untuk memperbaiki keadaan dan situasi menjadi lebih baik lagi. 

Semoga teman teman ODHA yang masih dalam masa pemulihan dapat menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan di sekitar, agar tidak tertular Tuberculosis. Namun apabila memang sudah terlanjur, berobatlah dengan rutin hingga tuntas, karena Tuberculosis dapat disembuhkan. Dan  apa yang saya bagi kepada seluruh penyedia layanan kesehatan yang hadir dalam simposium sabtu lalu, dapat memetik informasi berguna, dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

1 komentar:

  1. HIV / AIDS SEMBUH DENGAN Herbal

    Kebahagiaan adalah semua saya lihat sekarang saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan hidup di bumi sebelum tahun habis. Saya sedang mencari melalui internet, saya telah menderita penyakit mematikan (HIV) selama 3 tahun sekarang, saya telah menghabiskan banyak uang pergi dari satu tempat ke yang lain, rumah sakit telah menjadi rumah saya setiap hari tinggal. Cek konstan up telah hobi saya tidak sampai hari setia ini, saya melihat sebuah kesaksian tentang bagaimana DR oziegbe membantu seseorang dalam menyembuhkan penyakit HIV-nya, dengan cepat saya menyalin emailnya yang (droziegbespellhomecure@gmail.com) Dr. oziegbe obat HERBAL adalah obat yang baik untuk HIV, saya menghubungi dia dan dia membimbing saya. Aku memintanya untuk solusi dan ia mulai obat untuk kesehatan saya ... Terima kasih Tuhan sekarang semuanya baik-baik saja, aku sembuh oleh Dr oziegbe jamu, aku sangat berterima kasih kepada Dr. oziegbe, saya pergi untuk check up lagi hari ini apa kejutan besar bagi saya saya terima NEGATIF ​​Dr. oziegbe jika Anda mengalami masalah yang sama silahkan hubungi Dr. oziegbe melalui alamat email-nya, DROZIEGBESPELLHOMECURE@GMAIL.COM

    BalasHapus