Sabtu, 25 Oktober 2014

Memaknai Homeless World Cup Santiago 2014

Photo Credit By Andhika Soreang
Homeless World Cup (HWC), seperti yang sudah diketahui oleh beberapa kelompok masyarakat, adalah sebuah ajang tahunan street soccer tingkat dunia, diikuti oleh lebih dari 60 Negara dari seluruh dunia. Bukan seperti ajang sepak bola dunia lainnya, HWC membawa misi besar, yakni misi perubahan pada diri setiap pemain. Seluruh Pemain HWC hanya bisa 1 kali mengikuti pertandingan ini seumur hidup mereka, maka dari itu setiap tahunnya, negara akan mencari pemain baru utk mengikuti pertandingan. Makna Homeless itu sendiri juga memiliki arti sangat luas, dalam konteks Indonesia yang menjadi pemain dalam ajang HWC ini adalah mereka yang selama ini termarginalkan dan terbuang. Indonesia mengirimkan mereka yang berasal dari 3 kelompok, yakni Masyarakat Miskin Kota, Pecandu/mantan pecandu narkoba dan orang yang hidup dengan HIV. Trophy HWC hanya ada satu bagi pemenangnya, namun mereka semua yang mengikuti ajang ini adalah sang JUARA.

Saya mengikuti perjalanan HWC sejak tahun 2011 hanya melalui social media, merasa terkagum kagum dan bangga akan perjalanan Rumah Cemara yang kebetulan menjadi National Organizer bagi Indonesia. Bisa mengubah "metode penyampaian informasi HIV AIDS" melalui olahraga, Sepak bola menjadi salah satu pilihan. Sebagai orang yang hidup dengan HIV, saya merasa merinding, saat mendengar mereka mereka yang hidup dengan HIV juga menjadi bagian yang mengikuti ajang HWC ini. HIV tidak membuat manfaat dari diri seseorang berkurang sedikitpun!

Tentang Saya, Manager dan Makna HWC yg begitu besar

Tahun 2012, saya mengenal Febby Arhemsyah yang ditunjuk menjadi Manager Team saat itu, singkat kata, saya dan febby berpacaram. Dan Sejak tahun 2012, mata hati saya mulai terbuka lebih lebar melalui diskusi dan cerita serta pengalaman yang didapat Manager, bahwa HWC ini bukan sekedar Menang atau Kalah. lebih dalam dari itu. Setiap pemain yang berangkat membawa misi besar perubahan bagi dirinya sendiri, mengalahkan setiap ego yang mucul dalam diri masing masing pemain. Februari Tahun 2014, Saya dan manager Febby menikah. Dan tahun ini pula, Febby diberikan kepercayaan untuk menjadi Manager team kembali dan berjuang membawa Indonesia ke Santiago Chille.

Awalnya dulu saya pikir, menjadi manager team mudah dan menyenangkan. ternyata itu lebih sulit dari yang saya bayangkan. Sistem penyeleksian tahun ini membuat suami saya harus terbang ke 9 kota. Mencari bakat bakat dari kelompok yang selama ini terbuang. Setaip malam, saat berhubungan via telfon, saya selalu mendengar cerita cerita baru, tentang peserta seleksi yang hidup dengan HIV perjuangannya melawan stigma diskriminasi dalam  kehidupan dan keluarga, cerita tentang peserta seleksi yang terbuang karena pernah terjebak dalam jerat narkoba namun berusaha bangkit, tentang orang orang yang bermakna bagi kehidupan para peserta seleksi. begitu banyak bakat terpendam bermain bola dari masyarakat miskin, yang tidak pernah terjamah oleh Organisasi besar sepak bola di Indonesia, yang tak jarang diliputi politik uang dan kekuasaan.

Tantangan lainnya yang saya rasakan dari perjuangan Manager team untuk memberangkatkan tim adalah dukungan dan pendanaan. Sejak tahun 2011 hingga 2013, mendapatkan dukungan dan support pendanaan dari pihak pihak swasta, dan perusahaan atau brand brand local yang memberikan dukungan serta kontribusi besar. upaya yang dilakukan sebelum mendapatkan dukungan pun merupakan jalan panjang berliku, yang akhirnya membuahkan hasil. Tahun ini Indonesia berhasil kembali mendapatkan dukungan cukup, dan perjalanan menuju Chille mungkin tidak akan terwujud tanpa dukungan dari pihak pihak tersebut.

ke-8 Pemain, mereka sudah seperti keluarga saya :)

Dengan terpilihnya ke-8 pemain, beban Manager sedikit lebih ringan. Karena Manager akan fokus kepada urusan yang sifatnya lebih administratif seperti mengurus passport, tiket, penginapan, financial selama di Chille dan hal hal yang sifatnya promotif. karena fungsi managemen training center di pegang oleh pelatih Bonsu hasibuan, dan pelatih fisik. Saya sebagai istri cukup sedih pada saat itu, karena demi mengurus tim, Manager hampir setiap hari harus keluar rumah mengurus "tetek bengek" tim yang sangat banyak. rumah kami pun jadi penuh dengan barang barang sponsor yang akan dijual atau dibagikan kepada tim, fokus utama manager selama 2 bulan adalah timnas indonesia yang akan berangkat menuju Chille.

Namun kekecewaan saya atas waktu yang tersita tersebut perlahan sirna, saat akhirnya saya bertemu dengan ke-8 pemain. Tommy engel atau Pace, Sonny Nasirwan, Midjuli Santoso atau bli Yuli, Tommi Hartono, Akhmad Fauzi atau Oji, Yudhi Ramanda, Rijal Syaefullah atau Ateng, Swananda Pradika atau Nanda. Saya seketika terinspirasi oleh hidup mereka, oleh perjuangan mereka melawan narkoba, oleh perjuangan mereka melawan stigma dan diskriminasi, oleh perjuangan mereka untuk bertahan hidup dan mengalahkan ego ego dalam diri mereka. Mereka adalah Pahlawan Bagi kehidupan, mereka adalah contoh nyata bahwa Hidup semestinya penuh penghargaan, bukan penghinaan terhadap manusia lainnya. Mereka yang penuh senyum, penuh semangat membuka mata hati saya.

Photo Credit By Me
Kini saya tidak bisa tidak ikut memikirkan mereka. Mereka sudah seperti keluarga saya sendiri. Setiap hari saya akan bertanya kepada febby "Gimana anak2?" (sebutan saya kepada timnas), dan cerita demi cerita tentang perkembangan tim pun disampaikan hampir setiap saat oleh suami saya, cerita demi cerita selalu menjadi bahan diskusi dan saya berusaha memberikan masukan masukan yang berarti seperti saat saya ingat, rata rata tim memiliki kendala bahasa. "Pap, Kasih kelas bahasa inggris dong untuk anak anak. kasihan kan mereka nanti kalau gak punya basic english, Minta tolong mamas aja, dia kan sarjana bahasa perancis tuh, bahasa inggrisnya pun bagus.." Maka kelas bahasa inggris pun diberika oleh Rizki Kurniawan salah satu staff rumah cemara yang akrab dipanggil mamas. dengan harapan timnas, selain dilatih skill street soccer, dan fisik serta mental, mereka dibekali bahasa inggris dasar untuk bisa cas cis cus, sekedar memperkenalkan diri, atau membicarakan hobi dan kesukaan serta bagiamana cara berkomunikasi dgn bahasa inggris.

Homeless World Cup 2014, Santiago Chille - The Day!

Hari yang dinanti itu pun datang. H-1, saya membantu pak manager membeli beberapa kebutuhan seperti obat obatan, vitamin serta mempersiapkan barang2 yang akan dibawa, seperti salah satunya tas berisi kaos, syal dan barang barang yang akan diberikan oleh pak manager kepada orang2 di chille. kenapa? tanya saya. "Nanti disana kan kita akan ketemu banyak negara, gak ada salahnya memberikan mereka juga kenang kenangan.. supaya mereka bangga juga pake kaos tulisannya Indonesia.." ahh.. Pak Manager ini selalu punya sesuatu yang tidak terpikirkan.

Hari itu Timnas akhirnya berangkat ke Chille. Upacara Pelepasan secara simbolis dilakukan oleh Walikota bandung Ridwan Kamil, penghormataan kepada kota Bandung, sebagai Rumah bagi para pemain selama kurang lebih 2 bulan. Pelepasan pun dihadiri oleh teman, sahabat, supporter, serta keluarga yang tidak henti hentinya memberikan dukungan. Seusai Pelepasan, Timnas diantar hingga bandara Soekarno Hatta oleh keluarga, dan sahabat. Satu pemandangan menarik, saat Oji pemain asal Jakarta yang sudah ditunggu keluarganya di bandara. Keluarga yang tidak sedikit, ada bapak, ibu, paman, bibi, serta keponakan keponakan yang tidak sedikit. Mereka berlinangan air mata saat melepas Oji, Mungkin hal ini adalah hal paling membanggakan dalam hidup bagi keluarga Oji, Setelah selama ini hanya bisa berlaga di kampung sendiri, kini Oji akan membanggakan keluarga di Homeless World Cup Santiago, chille.

HWC 2014, Pertandingan2 yang dilalui, Kalah - Menang, Indonesia JUARA

Pagi ini pukul 6.30 pagi waktu Indonesia, sekitar jam 7 malam waktu Chille. Saya mendapat kabar Bahagia dari Suami saya via Whatssap Messenger. Indonesia tidak berhasil masuk ke-8 Besar. walaupun  kalah dari Brazil namun Indonesia berhasil menang melawan Jerman. Namun, kebahagiaan itu hanya sejenak saat kami tahu, Posisi di klasemen group Indonesia ada di peringkat ketiga. yang artinya, Indonesia tidak lolos masuk ke-8 besar Homeless World Cup. Namun hanya akan melanjutkan ke Ejercito De Chile Cup,satu tingkat dibawah Homeless Cup (piala utama). 
saya membaca pesan suami saya yang terakhir.

"saya sedih..saya pikir kita.."
saya juga, batin saya. namun saya kemudian bilang padanya, "ingat tujuan besarnya, kalian sudah otomatis menjadi pemenang, walaupun tidak berhasil menjadi juara dunia, kalian juara bagi masyarakat indonesia" Rasanya pingin peluk, tapi gak bisa. saya kemudian bisa merasakan hal yang sama yang dirasakan olehnya. 

Bagi mereka yang gak hidup dengan HIV atau bergelung dengan problematika melawan jerat narkoba atau hidup dalam keterbatasan mungkin Homeless World Cup tidak ada artinya. perjuangan Tim, mungkin dianggap biasa. Namun bagi saya, perjuangan mereka untuk bisa sampai ke Chille telah berhasil dilaksanakan, disana mereka berhasil membuktikan bahwa Sepak Bola telah menjadi BAHASA yang tak terucap, Saat bermain Bola tidak ada beda mana miskin mana kaya, saat Pecandu/mantan pecandu Narkoba, Bisa bermain Maksimal, bahkan SEHAT di lapangan, saat Orang dgn HIV AIDS bs bermain satu lapangan dgn semua orang, tanpa STIGMA.

Picture Credit By Andhika Soreang
Perjalanan panjang ini, akan memberikan makna mendalam bagi saya secara pribadi. semoga juga memberikan arti bagi masyarakan indonesia. bahwa Hidup dengan HIV atau pun pernah hidup dalam belenggu narkoba tidak menyurutkan semangat mereka utk tetap hidup dan memberi manfaat, utk tetap produktif dan sehat, untuk menjadi manusia seutuhnya, Menjadi masyarakat Miskin, tidak mengecilkan hati serta memiskinkan Jiwa besar mereka utk bermain sepak bola, serta bermain dengan GEMBIRA!!

Terima kasih Timnas, terima kasih Heroes!
Saya pribadi sangat bangga sama kalian! kalian hebat, kalian Juaranya!
More Information, Schedule Update, group Stage result http://homelessworldcup.org/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar