Sabtu, 09 Januari 2016

Saat abu-abu (11-365)

sumber : pexels.com
Pernahkah kamu merasa sedih, hampa, kosong, sepi, dan perasaan-perasaan lainnya yang jika digambarkan dengan sebuah warna bisa menjadi abu-abu atau hitam. Jawabannya pasti pernah. Lantas apa yang biasanya kamu lakukan jika duniamu seketika berubah dari merah muda menjadi abu, atau dari warna biru langit menjadi hitam? 

Beberapa akan ada yang menjawab "I'm gonna go shopping. Because buying something and spent all my money is healing". Mungkin juga ada yang menjawab, saya akan makan martabak keju susu, lalu akan mencoba nasi goreng gila di pinggir jalan, lalu kemudian saya akan mencoba es pisang ijo di restoran yang baru buka kemarin. Bagi beberapa orang makan sepuasnya menjadi solusi dalam kegelapan hatinya.

Hari ini saya sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, bermain games, menonton televisi, dan tidur. Hal itu saya lakukan berulang-ulang-ulang setiap hari. Saya menyebutnya bagian dari tanggung jawab saya sebagai pribadi. 

Kadang, saya menjadikannya tempat saat dunia saya berwarna abu-abu. Rasanya, semua terasa sangat mengakomodir, emosi-emosi diri saya yang tidak memiliki tempat untuk tumpah ruah. Semua pekerjaan rumah yang saya lakukan akan berkali kali lebih cepat selesai, lebih rapih, lebih sempurna, lebih bersemangat.

sumber : pexels.com
Entah mengapa. Saat warna abu-abu itu menghampiri kehidupan, semburat kemerahan akan muncul dan membakar sebagian diri saya. 

Entah dari mana merah itu muncul dengan berani dan memberikan energi tersendiri, agar meski kakiku beku dan berwarna abu, maka keduanya tetap bisa berdiri tegak menopang sang empunya badan. Ah hidup. 

Saat abu-abu, aku tidak malu untuk menjadi abu-abu. Meski rasanya sendu, seperti ada dementro yang menghisap seluruh kebahagiaanmu. Tapi sebagian merah dalam tulangku memberi kekuatan, seraya berbisik.. "tidak apa hari ini abu, besok kita memerah kembali Ayu, cheer up!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar