Kamis, 23 Juni 2016

Belajar Sejarah Gerakan Perempuan Lewat Film Suffragette

sumber : google.com
Kamu-kamu suka nonton film? Suka sesuatu yang berbau sejarah, atau pergerakan perempuan? Kalau jawabannya 'iya' semua, itu artinya kalian kudu wajib nonton film berjudul suffragette ini. Sejujurnya, pada saat saya menonton film ini, saya gak punya ekspektasi apapun. Saya gak tahu ini film soal apa, but the movie poster is just cool! Lawas banget, dan ada salah satu tokoh kesukaan saya yang pernah bermain dalam film Harry Potter, Helena Bonham Carter, sebagai si Jahat dan nyebelin Bellatrix Lestrange salah satu pengikut setia-nya Lord Voldemort. Saya nih suka banget Helena karena dia seperti punya 1000 cara untuk dengan mudah merubah karakter dan kepribadiannya. Keren banget gilak, kayak Bang Jhony Depp versi cewek gitu lah.

Ok, back to the movie. Jadi di poster filmnya, ada 3 orang perempuan yang sedang berdiri terpaku. Tatapan mereka dalam dan tegas, ketiganya menggunakan pakaian dari era 1900-an lengkap dengan gaya rambut yang agak awut-awutan namun tidak mengurangi sedikitpun nilai yang ada dalam karakter di film tersebut. Nah, kalau belum nonton, dan pengen tahu kira-kira film ini soal apa sih, bisa lah baca tulisan saya dulu. Kurang lebih ini saya tulis setelah menonton dan saya kasih sedikit pandangan dari perspektif saya. 

So this movie is true come from 1900 Era, sekitar 100 tahun lalu. Saat itu, jangankan internet atau nge-blog, bisanya surat-suratan aja, kalau punya uneg-uneg atau curahan hati kayak gini ya ditulis di jurnal harian mereka, dan hanya untuk konsumsi pribadi. Di tahun 1900-an itu juga, perempuan-perempuan belum kayak di jaman kita, era Millenial ini. Bisa berkarier, bisa tampil di televisi, bisa jadi Presiden, bisa duduk di parlemen atau bahkan menggunakan hak suaranya untuk memilih pemimpin. Seriusan?? yeeee.. gak percaya. Baca sejarah makanya, jangan sosmed-an aja kayak gue! Yup, di tahun tersebut, posisi perempuan masih terbilang teramat sangat rendah di mata masyarakat. Mereka hanya bertugas untuk menjaga anak, menjadi istri dan ibu bagi anak-anak mereka. Tidak banyak perempuan di era tersebut yang memiliki kesempatan untuk memiliki pendidikan tinggi dan pekerjaan yang pantas. Kebanyakan mereka akan jadi tukang masak, buruh cuci, penjahit pakaian, dan pekerjaan-pekerjaan yang gak jauh-jauh dari urusan domestik.

sumber : www.timeshighereducation.com
Suffragette merupakan kisah nyata yang berlatar belakang gerakan feminis di Britania Raya dari abad 19. Saat itu, para perempuan sama sekali tidak memiliki hak pilih dalam pemerintahan. Jadi suara para perempuan bukan hanya tidak diakui, namun tidak dianggap penting.

Gerakan Suffragette dipimpin oleh Emmeline Pankhurst (diperankan oleh Meryl Streep) yang saat itu berjuang agar perempuan mendapatkan Hak Pilihnya. Pergerakan Pankhurst ini kemudian menjadi massal dan sangat kuat, karena diikuti oleh begitu banyak perempuan seperti Maud Watts (yang diperankan oleh Carey Mulligan) dia adalah buruh cuci setrika yang memiliki suami dan seorang anak, serta Edith Elyn (Diperankan oleh Helena Bonham Carter), dan banyak perempuan lainnya yang memang digambarkan sebagai sosok-sosok pejuang perempuan.

"Women do not have the calm of temperament or a balance of mind. To exercise judgement in political affairs. if we allow women to vote, it will mean a losses in social structure. Women are well represent by their father, brother and Husband. Once the vote was given, it would be impossible to stop them. Women then will demand the right to become emphy, cabinet minister and judges"

(Kalimat Pembuka dalam film Suffragette, statement yang cukup menyakitkan)

Pergerakan ini bukanlah mudah dan bisa secara terang-terangan seperti apa yang dilakukan banyak gerakan perempuan di tahun 2000-an. Kepolisian dan pemerintah bisa dengan gampang menangkap siapapun yang terlibat dalam demonstrasi atau ketahuan bagian dari Suffragette. Dalam pergerakannya, para suffragete ini memang banyak menggunakan cara-cara anarki seperti menghancurkan tempat publik untuk menarik perhatian media serta titik penting seperti jalur komunikasi seperti mengebom kotak pos. Hal itu dilakukan karena mereka tidak didengar saat berbicara dengan cara halus, perempuan dianggap tidak mampu melakukan apapun yang dilakukan oleh laki-laki pada era tersebut. Pihak kepolisian dan pemerintahan Inggris saat itu pun tidak sungkan melakukan tindakan kekerasan pada demonstran perempuan, seperti memukul dan menendang mereka, lalu menjebloskan ke penjara.

sumber www.aww.com.au
Bukan hanya mendapat pertentangan dari pemerintah dan masyarakat, kebanyakan dari para perempuan ini juga sama sekali tidak mendapat dukungan dari keluarga, orangtua dan pasangan serta lingkungan sekitar. Siapapun yang kemudian diketahui adalah bagian dari Suffragette, akan mendapat hukuman sosial seperti dicibir masyarakat, dipecat dari pekerjaan, atau yang terburuk akan diceraikan oleh pasangan dan tidak mendapatkan hak asuh anak. Yup, bukan hanya Hak pilih dalam pemerintahan, namun pada saat itu juga, Hak Asuh anak akan jatuh ke tangan ayah atau suami.

Can you imagine if you are living in this kind of situation? Me? I can't, mungkin rasanya akan sangat menyeramkan saat kita gak ada harganya di mata masyarakat, dianggap mahluk nomer dua dan layak untuk diperlakukan semena-mena. Film ini berakhir dengan kematian salah seorang anggota Suffragette, Emily Davison menunjukan diri di arena balap kuda Raja George ke V, namun tertabrak kuda pacu di arena balap tersebut.

"And Reason said to her. 'Silent, what do you hear?'. And She said, I hear the sound of feet a thousand times. And thousand and thousand of thousand that may be this way they. They all feet of those who follow you. Lead On!"

Davison memutuskan untuk melakukan itu untuk menunjukan kepada sang raja, bahwa pesan para Suffragette ini penting untuk didengar dan diperjuangakan. Bahwa perempuan juga memiliki hak dan kedudukan yang sama pemerintahan dan bermasyarakat. Kematian Davison kemudian menjadi catatan bersejarah dalam gerakan perempuan dimana, prosesi kematiannya diikuti duka mendalam. Puluhan ribu perempuan yang berjuang untuk Hak Perempuan berbaris menghantarkan jenazahnya. kematiannya, menarik perhatian dunia untuk ikut memperjuangkan hak kaum perempuan. Yang pada saat itu begitu banyak perempuan terpenjara, ribuan jumlahnya dalam sejarah gerakan perempuan di Inggris.

Baca Juga : Sejarah Gerakan Perempuan Dunia (Artikel dari Aliansi Laki-laki Baru)

Hingga pada akhirnya tahun 1918, Hak pilih diberikan kepada perempuan yang berusia diatas 30 tahun, dan pada tahun 1925 hukum juga akhirnya mengakui Hak Asuh ibu atas anaknya. Pada tahun 1928, perempuan akhirnya mempunyai hak memilih yang sama dengan laki-laki, dan kemudian di negara lain juga mulai mengakui Hak pilih pada perempuan. Diantara kita termasuk saya bahkan tidak tahu bahwa di Arab Saudi, akhirnya perempuan dapat menggunakan hak pilihnya pada tahun 2015. So, at the end of today.. apakah kita dapat memaknai perjuangan gerakan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sesungguhnya perempuan juga memiliki hak yang sama untuk hidup dan bernegara, untuk menjadi apa yang mereka impikan dan cita-citakan, bahwa perempuan juga memiliki peran yang penting dalam masyarakat dan keluarga. Bahwa kesetaraan seharusnya dapat menciptakan keseimbangan antata laki-laki dan perempuan, dapat bersama sama membangun sebuah jembatan menuju dunia yang lebih baik.

1 komentar: