Sabtu, 10 Januari 2015

Liburan Sekolah kemana Aja Malika, Keliling Bandung! Part #6


Destinasi kami keesokan harinya adalah Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda. Taman hutan ini terletak di area Dago Pakar juga. Tidak sulit ditemui karena di sisi jalan, kita sudah bisa melihat dengan jelas pintu gerbang masuk yang bertuliskana taman hutan ir. H juanda. Tempat ini juga biasa menjadi destinasi favorit mereka yang gemar hiking, bersepeda dan menikmati alam nan hijau seperti keluarga kami. 

Kami berangkat pagi pagi sekali, sekitar pukul 6.30 kami sudah berangkat dari rumah, dengan tujuan, supaya udaranya masih sejuk dan belum begitu ramai pengunjung. Kami tiba disana sekitar pukul 6.45, perjalanan hanya memakan waktu 15 menit karena memang masih sepi. Setiba disana, di pintu masuk kita langsung membayarkan tiket masuk seharga sepuluh ribu per-orangnya untuk orang dewasa, dan untuk anak anak di bawah usia 6 tahun gratis, biaya parkir kendaraan bermotor seharga lima ribu rupiah. Seperti dugaan dan perkiraan kami, areal wisata alam taman hutan ir.h.juanda masih sangat sepi. Karena (mungkin) masih pagi jadi banyak diantara warga bandung yang masih lelap dalam tidurnya.

Hal hal yang harus diperhatikan saat datang ketempat seperti taman hutan ini adalah seperti berikut :
1.     Menggunakan pakaian yang nyaman, (celana panjang/pendek) dengan bahan yg tidak panas, - kalau kami sekeluarga memutuskan untuk mengenakan training pakaian olahraga.
2.     Jangan lupa bawa jaket, karena di sini udaranya relative dingin. Kalau punya jaket berbahan parasut, bisa silahkan digunakan untuk mengantisipasi hujan yang datang. Atau..
3.     Kita juga bisa bawa payung.
4.     Bawa air minum,sendiri, menggunakan tumbler supaya kalau habis kita tidak repot membuang sampah, walaupun disediakan tempat sampah di banyak sudut hutan.
5.     Gunakan sepatu atau sandal yang bisa dipakai untuk hiking. Walaupun sudah ada track yang dibuat dari batu batu, akan lebih nyaman jika kita menggunakan sepatu atau sandal gunung yang kuat, yang bisa menopang kaki kita untuk perjalanan jauh.
6.     Bagi yang senang mengenakan topi, selain supaya keren, topi juga bisa melindungi kita dari gerimis yang suka datang tiba tiba.
7.     Kita juga bisa membawa perbekalan seperti roti atau snack snack untuk dimakan selama perjalanan. Tapi jangan lupa, jangan buang sampah sembarangan ya.
8.     Oh ya, jangan lupa juga untuk membawa ‘tongsis’ supaya kita bisa mendokumentasikan foto kita tanpa harus meminta pertolongan orang orang, seperti kami yang saat datang kesini tidak banyak pengunjung.

Nah, sederhana, namun jangan sampai ada yang terlupa ya. Nah, berikut cerita perjalanan malika dan mami papinya selama taman hutan ir.h.juanda. saat masuk ke area hutan, kami langsung mencari pondokan untuk sarapan terlebih dahulu. Sebelumnya, kami sudah membeli bekal berupa pisang goring dan ketan, khas bukit tinggi, yang dijual di dekat universitas padjajaran. Rasanya enak dan legit, dan tentunya wadah makannya sangat bersahabat dengan lingkungan, hanya pakai daun pisang lho! Selesai sarapan, kami membersihkan areal tempat kami makan dan bergegas menuju papan petunjuk untuk mengetahui berapa jarak yang harus kami tempuh dan kemana saja tempat yang ingin kami datangi.

Lho, memangnya ada apa saja disini? Areal taman hutan ir.h.juanda, dahulu kala bukan merupakan area hutan wisata seperti sekarang ini. It’s a real forest, dimana didalamnya terdapat situs peninggalan zaman penjajahan belanda dan jepang. Wah.. apa itu? Yup, didalamnya terdapat Goa Jepang dan Goa Belanda. Didalamnya juga terdapat penangkaran rusa, serta air terjun air terjun yang terpisah di beberapa titik. Membaca papan petunjuk tersebut, malika makin bersemangat dan penasaran, kira kira apa yang akan kami temui disana ya.

Sepanjang perjalanan, malika bernyanyi nyanyi sambil sesekali bertanya tentang “ini pohon jenis apa?”, “berapa tingginya, apakah sampai langit?” “kita masih jauh atau gak?”, “kalau belok kesini kemana, kalau belok kesitu kemana?” dan banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang dia lontarkan. Di area taman hutan ir.h.juanda, jalur pedestrian atau pejalan kakinya sudah sangat nyaman, karena sudah dibuat dengan bebatuan yang nyaman untuk ditapaki. Walaupun masih ada juga beberapa titik yang penuh dengan kubangan tanah, akibat tanah tanah yang longsor kecil dari tebing disisi jalan, dan hujan yang turun. Sehingga sepatu/sandal yang nyaman dan dan aman sangat dibutuhkan untuk melalui jalur sepanjang hutan ini.

Melintasi jalur hutan kami menemui petunjuk pertama. Masih 300 meter lagi menuju Goa jepang. Walaupun kami sudah berjalan cukup jauh, malika masih tetap bersemangat, bahkan sampai lupa harus banyak mengkonsumsi air putih, sehingga harus saya ingatkan. Lalu tiba juga kita di Goa Jepang. Dan mata malika langsung melirik papan petunjuk yang menerangkan tentang Goa Jepang ini. Berikut yang tertulis didadalm papan informasi tersebut tentang Goa Jepang.

“Goa Jepang di Tahura Ir.H.Juanda adalah satu dari puluhan goa jepang yang tersebar di seluruh Indonesia yang umumnya dibuat pada tahun 1942-1945. Ketika masa pendudukan jepang, kota Bandung merupakan markas salah satu dari tiga kantor besar (bunsho) di pulau jawa. Bandung juga menjadi tempat pemusatan terbesar tawanan perang mereka, baik tentara koninklijke Nederlands indische Leger / KNIL (Tentara Hindia-Belanda) dan satuan sekutunya, maupun warga sipil.

Pada Masa itu selain memanfaatkan           goa buatan belanda, jepang juga menambahkan sejumlah goa di kawasan ini. Goa goa buatan Jepang dipergunakan untuk keperluan penyimpanan amunisi, logistic, dan komunikasi radio pada masa perang. Pada Masa perang, kawasan Tahura tertutup bagi masyarakat umum.”

Waduhhh kebayang gak sihhhh kala itu seperti apa sih kondisi disana pada jaman penjajahan kepang. Agak ngeri sih ya sebenernya, selain memang masa perang yang mencekam, konon katanya area goa jepang ini memang dibuat juga untuk tempat para tawanan perang. Selain Malika yang terkesima dengan pesona alam, malika juga terperangah melihat goa jepang yang begitu gelap dan dingin dari depan mulut goa-nya. Setelah menyesuaikan jumlah pintu goa dan ventilasi goa dengan peta yang ada di papan petunjuk, kami lalu melanjutkan perjalanan dan tiba di Goa selanjutnya, Goa Belanda.

Goa Belanda letaknya tidak jauh dari goa Jepang. Tapi buat malika tetap jauh, karena jalan yang berliku membuatnya harus mengeluarkan energy lebih untuk tiba di Goa Belanda. Berbeda dengan Goa Jepang, di goa belanda ini hanya ada satu pintu utama dan beberapa ventilasi. Kalau goa jepang ada banyak pintu yang terhubung satu dengan lainnya. Beberapa didalamnya juga terdapat pintu jebakan. Kalau goa belanda memiliki satu pintu utama dan bercabang didalamnya.  Goa Belanda dibangun jauh sebelum Jepang datang ke Indonesia, yakni sekitar tahun 1918, di goa ini fungsinya hamper mirip dengan goa jepang, yakni tempat amunisi, markas, dan tempat tahanan pasukan Belanda. Setelah (sama) membaca papan ptunjuk mengenai goa belanda, kami melanjutkan perjalanan menyusuri area taman hutan ir.h.juanda.

Kali ini bukan Cuma malika yang kaget, saya pun sedikit takut bukan hanya kaget. Setelah melewati area goa belanda, kami memperhatikan begitu banyak pepohonan tinggi yang dahannya bergoyang goyang seakan aka nada yang menggelantungi. Oh, ternyata itu mereka, para monyet ekor panjang yang menghuni hutan tahura ini. Malika yang bersemangat memaksa kami mengabadikan keberadaan monyet monyet tersebut dengan kamera hp, namun tentu saja, pergerakan monyet monyet itu jauh lebih cepat. Mereka bersembunyi karena takut akan keberadaan manusia. Beberapa monyet berada sangat jauh, namun beberapa sangat dekat dan kami bisa melihat dengan jelas. Ini kali pertama malika melihat monyet di alam liar. Begitu pula saya.

Ditemani udara yang masih sejuk, monyet monyet yang berloncatan dari satu dahan ke dahan lainnya, kami tidak sadar bahwa sudah berjalan sejauh 3 km, dan tiba di Lalay. Kami memutuskan untuk tidak berjalan lagi 100 km menuju curug, hanya mendengar suaranya dari atas bukit, karena sudah cukup lelah. Sehingga kami memutuskan untuk kembali. Sebetulnya jika memiliki stamina lebih, kita masih bisa meneruskan perjalanan. Masih ada beberapa curug atau air terjun di depan sana, dan juga penangkaran rusa. Namun karena Malika sudah terlalu lelah, kami memutuskan untuk kembali lagi, dan pulang. Di perjalanan kembali ke arah awal kami datang, kami memutuskan untuk memotong jalan memutari bukit, dengan melewati bagian dalam Goa Belanda. Jujur saya takut. Karena kami tidak membawa senter. Dan ah.. saya takut lah. Tapi karena mengingat malika yang kelelahan, dan malika justru tidak takut, akhirnya kami memutuskan untuk memasuki gua belanda untuk memotong jalan.

Didalam sana udara sangat dingin dan lembab. Saya isa merasakan angin yang ada didalam gua jauh lebih dingin daripada di hutan, areal hutan tahura. Sepanjang jalan melewati orong utama goa belanda tersebut saya tidak henti beristigfar dan membaca doa memohon perlindungan Allah swt karena saya jujur ketakutan. Saya menggenggam tangan malika yang berdiri di sebelah kanan saya dan tangan suami saya di sebelah kiri saya dengan sangat erat. Dan akhirnya kami tiba diujung goa belanda dengan selamat dan bahagia. Saya masih ingat perasaan mencekam yang saya rasakan didalam goa tersebut, itu disebabkan udara dingin dan gelapnya kondisi di dalam goa. Saya gak janji mau masuk kedalamnya lagi, karena saya adalah penakut. Habis deh saya diledekin sama malika, dia sunggguh berani.

Lalu kami berjalan pulang menuju pintu masuk tahura dengan kelelahan. Malika khususnya yang sudah sangat mengantuk sekaligus kelaparan. Bekal yang kami bawa sudah habis, dan kami mempercepat langkah agar bisa segera kembali kerumah untuk beristirahat. Pengalaman hari itu sungguh pengalaman yang berharga bukan hanya untuk malika yang tentunya merupakan pengalaman pertama, namun juga bagi saya, sebagai orangtua yang harus belajar membimbing anak didalam perjalanan dalam hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar