Minggu, 19 April 2020

Kematian - Kematian yang Terlalu Cepat

Sebuah judul yang tidak relevan dengan rencana Tuhan saya sengaja berikan karena arasa terkejut yang tak berkesudahan masih hinggap hingga pagi ini saya memutuskan untuk menuliskannya. Yuslidarwati dan Estu Fanani, dua perempuan luar biasa yang kabar kematiannya saya terima kemarin hanya dalam selisiih waktu sepuluh menit. Sukses bikin saya nyaris sesak nafas karena menangis di kamar dengan kencangnya. Keduanya meninggal di tengah pandemi COVID-19, dimana kami semua warga Indonesia masih harus berdiam di rumah tidak beraktifitas di luar sana.

Kemamrin sore, Baby Rivona mengabarkan saya melalui SMS karena sinyal hp saya bermasalah. Bahwa Kak Yus meninggal dunia, setelah sehari sebelumnya saya mendapat kabar bahwa dia sebenarnya sudah koma selama lima hari di RSU Zainal Abidi Banda Aceh. Kak Yus yang kami kenal rajin minum ARV ini tidak meninggal karena HIV. Melainkan karena dirinya terjatuh dan kepalanya terbentur lalu mengalami pendarahan hebat dan tidak sadarkan diri. Mas Gun, sang suami mulai kekurangan uang untuk membayar perawatan sehingga IPPI berinisiatif untuk mengajak teman - teman di komunitas untuk berdonasi untuk membantu perawatan Kak Yus. Rupanya kami sudah terlalu terlambat. Atau ini sebenernya bukan terlambat atau terlalu cepat? tapi memang kehendak Tuhan? 

Selang sepuluh menit kemudian setelah saya akhirnya berhasil terhubung dengan internet dan memposting berita duka cita di platform social media IPPI saya melihat ada sebuah pesan masuk di whatsapp group Forum Pengada Layanan. "Telah berpulang ke rumah Tuhan, sahabat kita Estu Rakhmi Fanani, pada Jumat 17 April 2020. Mohon doa bagi jiwa Estu dan bagi keluarga yang ditinggalkan. Mohon dimaafkan kesalahan2nya. Kabar lebih lanjut akan disusulkan". Sontak saya langsung membalas "Serius?? Mbak Estu?? " Dan ya, tidak ada berita main - main tentang kematian. Selanjutnya grup whatsapp FPL penuh dengan ucapan duka dan kesedihan yang bergantian diucapkan para sahabat yang berjuang bersama dengan mbak Estu lebih lama daripada saya.

Kak Yus merupakan Koordinator IPPI di Provinsi Aceh, seorang senior yang ikut menggerakan roda organisasi IPPI. Sosok yang awalnya saya sangat takuti karena wajahnya yang sangar tanpa senyum saat kami pertama kali bertemu. Ya, sangar karena kami memang sedang Kongres IPPI di Jogjakarta. Sebuah momen yang selalu membuat semua anggota IPPI menjadi sangar. Kak Yus nyatanya memang sangar dan bertaring kalau harus membela teman - teman ODHA lebih spesifik jika mereka perempuan. Dia gak main - main kalau sama organisasi atau urusan membantu orang lain. Pertemuan terakhir dengan Kak Yus terjadi dua kali, kali pertama di tahun 2016 saat peluncuran film pendek milk UNWomen yang salah satunya berkisah tentang saya. Lalu kami bersama - sama berangkat ke Bandung dari Jakarta untuk mengadakan kegiatan training sexual reproductive health and rights selama beberapa hari. Dan pertemuan kedua terjadi di Bali tahun 2018 kalau tidak salah. Kali pertama saya kembali ke kegiatan organisasi pasca kematian Miguel.

Dalam pertemuan tersebut, saya ingat sekali duduk bersebelahan dengan kak Yus. Sambil dipeluknya dari samping, dia mengatakan "Kamu perempuan hebat Ayu, Miguel bangga punya ibu sepertimu. Meskipun cuma sebentar, dia pasti seneng pernah hangat dalam perutmu selama sembilan bulan" Karena momennya sedang berkegiatan, air mata saya hanya bisa menetes tidak pecah berhamburan. Lalu kak Yus lanjut bercerita tentang bagaimana dia dan Aceh bertarung untuk banyak hal pada perempuan dengan HIV yang semakin sulit. Kami tidak lagi berkomunikasi melainkan melalui social media Facebook yang itupun sangat langka karena kak Yus memang bukan generasi millenial. Selain menjadi pejuang untuk perempuan HIV, dia juga mengurus keluarga dan anak - anaknya. Kak Yus juga berjualan makanan di Aceh. 

Mbak Estu, saya mengenalnya karena beliau banyak membantu IPPI masuk ke dalam sistem pelaporan kekerasan internasional yang kemudian disebut CEDAW, Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women atau Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Karena Mbak Estu saat itu merupakan koordinator CEDAW Working Group Indonesia. Meskipun ruang lingkup perkawanan kami ada dalam lingkaran organisasi dan isu kekerasan,  saya merasa setiap pertemuan saya dengan Mbak Estu selalu terasa hangat dan dekat. Saya ingat kami mengadakan CEDAW Training di tahun 2015 sepertinya.. Mbak Estu dan Mbak Lily menjadi pemandu kami selama beberapa hari kegiatan. Setiap makan siang saya selalu menyempatkan untuk duduk bersama mbak Estu agar mendapatkan lebih banyak informasi. Bukan hanya tentang apa itu kekerasan dan beragam jenis kekerasan yang biasa diterima oleh perempuan. Tapi bagaimana konvensi CEDAW dapat menjadi teguran keras bagi negara jika kami berhasil memasukan laporan bayangan atau laporan komunitas ke dalamnya. Dan itu berhasil dilakukan oleh IPPI beberapa tahun silam, saat Baby Rivona dan kawan kawan IPPI memasukan CEDAW shadow report tentang kasus sterilisasi paksa yang diterima anggota IPPI karena HIV nya. Pertemuan terakhir dengan Mbak Estu adalah di sebuah hotel di Jakarta pada saat UNWomen mengadakan kegiatan closing program secara massive. Kali itu saya gak banyak berbincang dengan mbak Estu, meski sempat sekitar 30 menit saling menanyakan kabar dan mengupdate beberapa hal tentang IPPI yang sedang chaos karena koordinator kami baru meninggal. Saya ingat kami berfoto, saya , Mbak Estu dan Lini.

Mba Estu, Kak Yus dan kematian mereka yang terlampau cepat rasanya tidak hanya membuat saya terkejut dan kehilangan. Dua perempuan pejuang ini terlalu dikasihi dan disayangi oleh alam semesta sehingga mereka mengajak keduanya pulang duluan. Dunia ini terlalu keras dan kejam bagi orang - orang sebaik mereka yang tanpa pamrih selalu berjuang di garda paling depan.

Pagi ini rasanya saya masih sesak, 2020 baru dimulai dan seribu kejadian sudah menghantui kehidupan kita semua.  Tapi saya masih optimis dan penuh harap. Kepergian Mbak Estu dan Kak Yus akan selalu mengingatkan saya secara pribadi bahwa, sekalipun mereka sudah pergi... kekerasan terhadap perempuan dalam segala bentuk masih ada... belum pergi. Di sanalah, kami... para perempuan dan orang - orang yang berjuang di dalamnya harus tetap hidup dan melanjutkan kerja kerja melindungi para perempuan.

Hari ke tiga puluh empat berdiam di rumah saja, semoga kalian semua sehat dan baik ya. Karena saya berusaha terus untuk itu. Saya sayang sama kalian semua yang selalu setia membaca blog saya. Stay Safe!

Mbak Estu dan Kak Yus, I love you Both! till we meet again ya <3



Tidak ada komentar:

Posting Komentar