Selasa, 07 April 2020

Story about My Big Brother in Heaven (Part 1)

Blog hari ini saya akan bercerita tentang almarhum kakak pertama saya. Tidak banyak teman yang mengetahui tentang saudara – saudara saya karena saya memang tidak terlalu banyak membicarakan kehidupan pribadi mereka. Tapi, karena tanggal 5 April kemarin adalah hari kelahiran almarhum kakak saya yang akan saya tuliskan hari ini so.. its gonna be special. Makes sure you read till the end ya. Because why not?

Kakak pertama saya bernama Adi Prianto, dia adalah pria kelahiran tahun 1975. Yang mana jika dia masih hidup, usianya saat ini berarti menginjak umur 45 tahun. Usia kami berdua terpaut sebelas tahun bedanya. Saya tidak begitu memahami banyak hal saat saya kecil, hanya yang saya pahami dia adalah kakak saya dan dia adalah orang yang sangat baik. Beberapa cerita di bawah ini saya ceritakan kembali berdasarkan penglihatan, pendengaran serta daya ingat saya semasa kecil dan remaja. Jika ternyata ada kesalahan cerita, saya akan memperbaiki artikel ini nanti. I have to ask my father about the current detail.

Ada beberapa memori tentang mas Adi yang saya ingat sejak kecil, dimana tidak ada satu orangpun di rumah kami yang menyukainya. Saya tidak mengerti kenapa. Semau selalu  memandangnya sinis, penuh rasa takut dan curiga. Dia sangat senang berkumpul dengan teman – teman prianya yang selalu berbaju hitam – hitam dan beberapa di antara mereka berambut gondrong. Saat itu karena saya masih TK saya gak paham betul kenapa orang orang gak suka sama dia.

Belakangan saya tahu, kakak saya adalah pengguna heroin kelas kakap. Saya juga sempat mendengar bahwa dia adalah pengedar. Saya sering melihatnya sedang mengangkut televisi atau tabung gas dari rumah kami. Sambil tersenyum, dia hanya meletakan jari telunjuk di mulutnya seraya meminta saya untuk tetap diam. Sore atau malam harinya, biasanya papa akan memaki – maki mas Adi karena kedapatan menjual barang – barang di rumah kami dan uangnya digunakan untuk membeli narkoba.

Mas Adi bukanlah kakak kandung saya. Dia adalah anak dari pernikahan pertama papa. Saya tidak pernah mengetahui siapa ibunya, sampai perempuan itu hadir di prosesi pemakaman mas Adi pada tahun 2006. Ibunya dan ibu saya sepertinya tidak terlalu akur. Tapi saya gak mau cari tahu kenapa dan tidak penting juga untuk saya bahas. Its my mother privacy. Tapi sepertinya setelah perceraian papa dan istri pertamanya, mas Adi kemudian ikut dengan Ibu (nenek saya) dan papa saya hingga papa menikah lagi dengan mama.

Wajah mas Adi mirip sekali dengan papa, saya suka cara bicaranya yang halus, wajahnya yang tampan dan selera musiknya. Tanpa mas Adi, wawasan bermusik saya mungkin sangat buruk sekarang. Semua referensi music yang sampai hari ini saya dengarkan, adalah music music pop rock 90-an.

Masuk ke masa remaja saya, di SD dan SMP saya tidak pernah bertemu dengan Mas Adi. Hanya sesekali mas Adi datang ke rumah kami di Pamulang untuk membawakan saya beberapa barang, hadiah katanya. Mulai dari baju, alat tulis sampai dengan makanan. Sesekali dia datang dengan perempuan yang belakangan saya tahu adalah kekasihnya. Saya tidak pernah bertanya pada papa kenapa mas Adi tidak tinggal bersama kita? Atau Dimanakah rumahnya saat itu? Sampai suatu hari saya mencuri dengar pembicaraan papa yang seperti sedang mencari – cari anak laki – laki pertamanya itu.

Berkat bantuan rekan – rekan papa di kepolisian, keluarga kami menemukan Mas Adi di daerah Bintaro. Kondisinya dan pacarnya kala itu sudah nyaris mati karena narkoba. Badannya kurus kering dan tidak terurus. Keduanya ditemukan sedang sakaw. Dengan beberapa cara negosiasi papa berhasil membawa kakak saya pulang dan mengembalikan kekasihnya ke rumah keluarganya. Takjub melihat kondisi kakak saya yang sudah seperti zombie. Sejak saat itu mas Adi tinggal di rumah kami, papa mendetoksnya dari kecanduannya akan narkoba.

Saat mas Adi sedang sakaw atau butuh heroin, dia akan berteriak-teriak dan membanting-banting tubuhnya ke tembok karena kesakitan membutuhkan narkoba. Setelah kelelahan, papa akan membukakan pintu dan memandikannya, memberinya makan dan mengajaknya solat. Entah apa dia paham apa yang sedang ayah kami lakukan kala itu. Tapi apa yang papa saya lakukan saat itu berhasil. Kakak laki – laki saya sembuh dari kecanduannya akan narkoba dan perlahan membaik. Berat badannya bertambah, wajahnya tidak lagi tampak seperti zombie, ketampanannya kembali seperti semula.

Nah Cerita ini akan say abagi menjadi dua bagian supaya teman – teman balik lagi ke blog saya ya. Hehehe part ke dua tentang kakak saya akan lebih seru dan mengharukan. Ada hal – hal yang di luar akal dan nalar manusia ternyata memang direncanakan oleh Alam semesta untuk menjadi seperti itu. Thanks for read my blog today, Please stay at home and stay safe! To be Continue….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar