Jumat, 10 April 2020

Sebelum Kerusuhan Terjadi

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan tiga puluh menit. Laki laki yang mengendarai mobil di bangku depan tidak kunjung menambah kecepatan kendaraannya.

Aku yg kesal setengah mati akhirnya menepuk bahu laki laki itu.
"Pak boleh lebih cepat? Kereta saya setengah jam lagi nih!"

Pak Budi, pria yg kuketahui namanya karena tertulis di aplikasi nampak cemas karena berkali kali melihat keluar jendela mobil. Jalan ibukota sdh mulai ditutup, dia harus memutar otak jalan mana yg sekiranya aman utk dilalui agar dapat tiba stasiun dengan tepat waktu.

Nampak barisan polisi yg berjumlah lebih dari ratusan orang berbaris rapih menghadang jalan lengkap dengan pelindung tubuh, helm dan senjata tg disampirkan di lengan kanannya. Aku tidak bisa melihat wajah mereka yg tertutup buff dan kacamata hitam.

Di sisi lain jalan, nampak orang berpakaian serba putih dengan jumlah yang tidak kalah banyak. Wajah wajah arogan penuh kebencian tersirat saat mobil kami melalui kumpulan mereka. Aku berdoa agar segera sampai, tubuhku lelah sekali. Aku juga takut jika harus kembali terjebak dalam kepungan massa seperti kerusuhan 98 dulu

Setelah berputar mencari jalan lewat Menteng, kami tiba di Tugu tani dan tak lama sampai di stasiun gambir. Aku berlari sekuat tenaga untuk mencapai gerbong keretaku tepat waktu. Dari bangku 13A aku melihat keluar dari kereta yang perlahan meninggalkan stasiun. Teriakan lantang takbir dengan kencang bersamaan dengan beterbangannya timpukan batu, kayu dan bambu dari arah massa berpakaian serba putih ke barisan polisi. Ahh Rasanya, dulu aku masih naik sepeda di jalan itu bersama keluargaku setiap minggu pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar