Minggu, 10 Mei 2020

Cinta yang Mengubah Hidupku #11

Aku kelelahan dan memutuskan untuk segera tidur dan tidak melakukan apa apa lagi setibanya di rumah. Rasanya hari ini terasa sangat panjang dan melelahkan. Aku merebahkan tubuhku yang rasanya masih berbau kaporit meskipun sudah kubilas berkali kali. Langit langit kamar menatapku dengan kasihan dan seperti bertanya ada apa denganku. Ingin rasanya kucurahkan semua pada sang langit langit atau dinding kamar bahwa aku.. aku kenapa ya. Aku bahkan tidak bisa menjelaskan pada diriku apa sebenarnya yang aku rasakan. Handphoneku kemudian berbunyi tanda pesan singkat masuk, Opie.

Opie : hei, gimana renangnya tadi?
Aku : Capek hon. Anak – anak tadi bikin kesel. :(
Opie : Bikin kesel kenapa? Kan harusnya have fun.
Aku : Gak apa. Biasa, iya have fun kok :) Kamu lagi apa?
Opie : baru pulang dari bengkel. Capek juga. Kita pasti sama sama lagi rebahan.
Aku : Iya. Aku lagi ngomong sama tembok dan langit langit nih.
Opie : Aku tahu, pasti lagi ngomongin aku ya.

Lega rasanya karena berkirim pesan singkat dengan laki laki ini memang selalu menjadi ritual baru yang menenangkanku. Opie sangat perhatian dan begitu dewasa. Rasanya dia orang yang cukup bertanggung jawab dan sangat perhatian. Dia juga ga berpura- pura dalam menyampaikan isi hatinya, meskipun sampai sekarang dia memang belum pernah menyatakan cinta atau rasa sayangnya. Yah sebutan Honey saja mungkin sudah pernah dia sematkan pada perempuan lain yang mungkin pernah berlabuh di hatinya bukan? Eh kenapa pikiranku jadi buruk gini pada Opie. Saat sedang asik berkirim pesan dengan Opie, terdengar dering telfon rumah berbunyi.

Pengasuh adikku masuk ke dalam kamar “Mbak Ayu, ada telfon dari Abet?”
Aku yang sedang rebahan sambil senyum senyum langsung bangun sampai nyaris terjatuh karena tubuhku terasa oleng. “duh, dari siapa mbak?” Tanyaku meyakinkan diri. Jawabannya Abet. Aku langsung bangkit dari kasur, membuka pintu kamar dan melangkah tergesa menuju ruang tengah. Gagang pesawat telfon sudah di tangan tapi belum ku letakan di telinga. Aku masih mencoba berfikir apa lagi yang mau dibicarakan orang ini.

Di kolam renang sore tadi, kami sebenernya tidak melakukan apa apa. Dia hanya menyapaku lantas kemudian teman – temanku datang mengganggu. Dia kemudian mengurungkan niatnya untuk bicara. Sebelum pulang lebih dulu, dia sempat menghampiriku dan memberiku selembar kertas yang bertuliskan ‘nanti malam aku telfon ya’. Kertas itu langsung aku buang ke tempat sampah karena aku berfikir dia tidak akan benar benar menghubungiku.

“Halo”
“Judes amat mbak”
“Enggak ah biasa aja. Mau ngapain?”
“Mau minta maaf”
Aku tidak menyangka dia langsung menyampaikan itu padaku. Aku jadi bingung harus menanggapinya seperti apa.

“Gak usah repot – repot. Aku sudah lupa kamu salah apa”
“Itu artinya masih inget. Aku minta maaf ya. Aku mau jelasin sama kamu, kamu ga tau kondisiku gimana waktu itu”
“Gak usah dijelasin gak apa apa. Aku udah gak apa apa sekarang”

Rasanya aku ingin berteriak padanya bahwa Aku sudah sama Opie sekarang. Kenapa dia tiba tiba datang lagi dan menganggu hidupku. Kenapa dia datang lagi dan meminta maaf, harusnya dia tahu itu kelemahanku aku tidak bisa tidak memaafkan orang lain.

“Aku mau minta maaf dan menjelaskan sama kamu tapi aku ga bisa ngomong detailnya di telfon. Harus ketemu langsung, jadi aku bisa lihat apakah benar kamu sudah gak apa apa”

Pada detik itu aku merasa bahwa perasaanku padanya belum hilang. Gawat nih.

Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar