Jumat, 29 Mei 2020

Cinta yang Mengubah Hidupku Part #18

Untuk menghormati sang ibu, aku memutuskan untuk pergi ke rumahnya dan mendengarkan secara langsung kronologis penangkapan Abet dan bagaimana dia bisa sampai mendekam di balik jeruji besi. Berat rasanya datang ke rumah itu tanpa disambut oleh Abet, biasanya dia sedang pergi ke warung atau ke rumah kawan dan akan segera kembali. Tapi kali ini dia benar benar tidak ada.

Uni dan Mama matanya tampak sembab, sang ayah rupanya tidak berniat menemuiku karena mungkin aku juga dianggapnya membuat kondisi kecanduan Abet akan narkoba tidak kunjung membaik. Dan hal itu patut dibenarkan, sejak kejadian dua tahun sebelumnya aku menemukannya sedang menyuntikan putaw ke lengannya, aku tidak pernah melarangnya. Dengan alasan tidak ingin ribut, aku memutuskan menerima segala kekurangannya dan apapun yang ada dalam dirinya.

“Pagi itu, jam setengah delapan Abet pamit mau keluar sebentar. Dia masih pakai celana tidur dan kaos. Tanpa pakai jaket, dia pergi naik motor. Handphone dan dompet dibawanya, nampak terburu buru. Kami tahu dia akan pergi sama anak – anak dan kamu untuk berenang kan hari itu. Sampai kemudian sekitar pukul Sembilan kami ditelfon oleh polisi yang menyampaikan bahwa Abet ditahan di Polsek Kebayoran Lama”

Air mata ibunya menetes sembari perlahan menceritakan kembali kejadian hari itu.

“Polisi bilang, mereka sudah lama mengintai area pinggiran rel di Tanah Kusir. Begitu banyak Bandar narkoba di sana yang sudah menjadi target operasi…”

Sebelum sang ibu melanjutkan ceritanya, aku teringat sehari sebelumnya aku berada di tempat itu. Pinggir rel kereta tanah kusir. Kini aku tahu apa yang Abet lakukan selama ini di tempat tempata itu. Aku juga kini tahu, kenapa dia tidak ingin aku dekat dengan area tersebut dan meninggalkanku jauh dari radarnya. Karena dia sedang membeli narkoba pada sang Bandar.

Baca cerita sebelumnya di sini

“… Bandar narkoba tempat Abet membeli putaw adalah salah satu target operasi yang telah lama diintai oleh polisi. Sayangnya pagi itu Abet apes. Polisi sedang bersiap melakukan penangkapan pada si Bandar dan Abet datang untuk membeli. Selesai bertransaksi, sang Bandar terburu buru keluar dari kos kosan kecil itu dan meninggalkan Abet yang sama sekali tidak tahu bahwa dia sedang dalam bahaya. Keluar dari pagar, sekelompok polisi langsung menyergapnya. Warga yang marah hampir mengeroyok tapi ditahan oleh polisi. Abet langsung dibawa ke polsek Kebayoran Lama karena TKP masuk ke wilayah tersebut.”

Aku kini membayangkan wajah Abet di dalam sel kecil di dalam polsek. Meskipun aku tidak tahu persisnya bagaimana kondisi di sana, tapi aku masih tidak yakin perasaan apa yang kurasakan hari ini dan bagaimana aku harus menyikapi ini semua.

“Kami semua langsung menuju polsek Kebayoran Lama sesaat setelah mendapat telfon dari polisi. Muka Abet lebam lebam, sepertinya dia mendapat beberapa pukulan entah dari warga, polisi atau teman satu selnya. Abet tampak acuh dan menyembunyikan perasaannya pada kami. Lalu saat para polisi meninggalkan kami Abet secara singkat meminta maaf dan meminta tolong kepada kami untuk segera membersihkan beberapa titik di rumah yang tenyata adalah tempatnya menyimpan alat suntik, ganja dan beberapa items lain yang bisa memberatkannya di persidangan nanti. Beberapa hari lalu polisi memeriksa seluruh bagian rumah dan menginterogasi kami semua.”

Sehari itu aku memutuskan untuk menjadi pendengar yang baik dan berempati pada keluarga ini. Dan di dalam pikiranku aku memikirkanmu Bet.. kata katamu di pinggir danau saat itu.. “Hanya tiga yang bisa membuatku berhenti pake narkoba yu, Polisi, Tuhan dan Kamu”.

Sekarang polisi menjadi yang pertama.

Bersambung.

2 komentar:

  1. Gue suka ending tulisan yang ini. Ngekick banget...

    BalasHapus
    Balasan
    1. gw sampai hari ini masuh suka merinding kalau ingat statement dia. Semuanya didenger sama Tuhan. OH GOSHH!!!

      Hapus