Senin, 25 Mei 2020

Cinta yang Mengubah Hidupku Part #15

Aku kembali menjalani hari hariku bersama Abet. Kali ini ada begitu banyak kejanggalan yang selalu kuanggap lumrah. Mulai dari kacaunya pengelolaan uang yang dimilikinya, sehingga tidak jarang dia meminjam uangku atau berbohong kepada orangtuanya akan kebutuhan kebutuhan yang tidak esensial Padahal dia hanya membutuhkan uang saja.

Pada satu kesempatan saat aku sedang berkunjung ke rumahnya, aku mendengar suara sang ibu yang sedang berteriak marah kepada anaknya. Aku masih belum bisa mendapat maksud kemarahan sang ibu. Dengan sopan dan berusaha tidak mau ikut campur, aku masuk ke dalam rumah tersebut dan menyapa sang ibu.

“Tante..” lalu aku mencium tangannya.
“Bilangin ya Yu sama Abet, capek tante! Habis semua lama lama barang – barang di rumah ini dijualnya semua sama dia! … …. …” dan masih panjang lagi nasihat serta kemarahan yang diluapkannya padaku. Aku hanya bisa mengangguk dan meninggalkannya dalam keadaan belum berhenti bicara. Abet entah sedang apa dia diam saja di lantai dua tempat kamarnya berada.

Kamarnya seperti biasa berantakan, dia masih tidur dibalik selimut. Punggungnya yang tidak dibalut pakaian terlihat putih bersih. Aku melihat sekeliling dan masih mencari makna pertengkarannya dengan sang ibu serta penyebab kemarahan tersebut. Lalu aku melihat tas kamera miliknya, terbuka dan ada lembaran uang pecahan lima puluh ribuan dalam jumlah yang banyak. Aku tidak tahu persisnya jumlah uang tersebut, tapi aku kemudian menemukan benang merah dari persoalan ini. Perlahan aku duduk di sampingnya dan mengelus rambutnya yang ikal sambil pelan pelan bicara.

Baca Cerita sebelumnya di sini

“Kamu jual kamera?”

Dia membalikan badannya dan malah menarik tubuhku masuk ke dalam selimut. Menciumiku dengan mulutnya yang masih berbau tidak sedap. Aku tidak menolak dan melawan. Aku selalu menikmati saat berada dalam pelukannya. Sulit untuk tidak menerima rasa yang begitu hangat dan penuh cinta itu. lalu samar samar aku mendengar dia menjawab

“Iya, aku jual.. maaf ya kamu jadi denger bawelnya mama”
“No, I’m fine with that. Mama ku juga begitu kan, bawel. Tapi kenapa dijual? Bukannya kamu suka dan hobi sekali motret? Bukannya motret bisa mengalihkan diri kamu dari hal hal negative yang pernah kita bicarakan panjang lebar tempo hari?”
“Ahhh bawel ahh sama kayak mama.. udah pokoknya aku butuh uang…”

Abet tidak menjelaskan lebih lengkap perihal kenapa dia menjual kamera canggih dan mahal tersebut. Begitupula dengan alasan lenyapnya sepatu panjat, tenda, tas carrier dan beberapa peralatan gunungnya.

Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar